Rp 375 triliun keluar dari IHSG



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus berlanjut. Aksi jual yang masif mewarnai transaksi bursa sejak lima hari terakhir. IHSG pun jatuh ke level terendahnya sepanjang tahun ini di level 5.909,19.

Nilai kapitalisasi pasar (market cap) Bursa Efek Indonesia (BEI) pun telah turun Rp 375 triliun sejak awal tahun ini. Saat ini, nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp 6.566 triliun. Komposisi saham-saham emiten yang menghuni 10 kapitalisasi pasar terbesar juga bergeser.

Sejak akhir tahun 2017 lalu, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) masih memimpin sebagai perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar. Kala itu, nilai HMSP setara dengan Rp 550,18 triliun. Namun, kemarin nilai market cap HMSP hanya Rp 425 triliun. Angka ini turun 22,75% dibandingkan posisi akhir tahun 2017 lalu. HMSP pun menempati posisi kedua dari jajaran top market cap.


Kini, posisi pertama ditempati oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yang memimpin puncak market cap dengan nilai Rp 521 triliun. Selain HMSP, nilai market cap emiten konsumer lainnya, seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM), juga turun cukup dalam.

Franky Riyandi Rivan, Analis Kresna Sekuritas, mengatakan, sentimen domestik yang kurang kuat tidak bisa membendung arus jual akibat sentimen global. Alhasil, banyak saham keping biru yang tertekan.

Di antara saham-saham big caps yang ada, sektor barang konsumsi masih menjadi sorotan. Kinerja keuangan HMSP dan UNVR memang tengah tertekan. Sehingga, penurunan saham keduanya sejalan dengan kinerja perusahaan.

Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan, nilai market cap turun seiring profit taking investor. Anjloknya saham big cap juga tak lepas dari penguatan dollar AS. Alhasil, beberapa emiten yang memiliki utang dollar AS bakal menanggung beban bunga pinjaman lebih tinggi.

Penurunan nilai kapitalisasi pasar di sektor barang konsumsi juga disebabkan kenaikan bahan baku. Hal ini mengakibatkan laba bruto perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya. "Dalam tiga bulan terakhir, bahan baku meningkat dipengaruhi oleh dollar AS yang menguat, ujar Bertoni, Kamis (26/4).

Suku bunga

Saham sektor perbankan juga terjerembab ke zona merah. Franky menilai, pada tahun lalu perbankan banyak mengandalkan pendapatan dari kredit. Sebab masih memasuki era suku bunga rendah. "Tapi tahun ini berbeda. Kami ekspektasi Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga 25 basis poin," kata dia. Bila intervensi BI terealisasi, maka ada kecenderungan pendapatan dari kredit akan berkurang signifikan.

Di sisi lain, Franky masih melihat sektor perbankan overweight. Di sektor ini, dia masih merekomendasikan buy BBRI dengan target harga Rp 4.435 per saham dan buy BBNI dengan target harga Rp 10.975. Lalu, di luar sektor bank, Franky merekomendasikan buy saham ASII dengan target harga 9.100 per saham.

Bertoni mengatakan, saat ini IHSG telah masuk dalam tren pelemahan. Sementara itu, dollar AS masih akan menguat terhadap beberapa mata uang Asia.

Hal itu akibat dari tingginya tensi kecemasan pasar dalam menanti keputusan The Fed menaikkan suku bunga maupun yield obligasi AS. Secara langsung, hal tersebut akan memberatkan emiten-emiten yang memiliki utang obligasi, sehingga menambah berat biaya jaminan.

Karena masih banyak tekanan, saat ini, Bertoni menyarankan sebaiknya investor menyimpan dana kas hingga risiko pasar berkurang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia