JAKARTA. Dinamika di bisnis pengelolaan sumber daya air terus terjadi setelah Mahkamah Konstitusi mencabut UU Sumber Daya Air No 7 tahun 2014. Untuk mengisi kekosongan aturan setelah keputusan MK tersebut, pemerintah tengah merancang dua peraturan pemerintah (PP), salah satunya Rancangan PP tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (RPP PSDA). Namun pelaku usaha menilai rancangan PP tersebut melanggar dua undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam rancangan RPP PSDA terdapat klausul yang melarang investor luar negeri tidak boleh terlibat dalam industri pengusahaan air. Nah, menurut Rachmat Hidayat, Juru Bicara Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Pengguna Air, klausul tersebut melanggar UU 11 tahun 1974 tentang Pengairan, UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kalusul itu juga menabrak putusan Mahkamah Konstitusi ketika membatalkan UU Sumber Daya Air No 7 tahun 2014. "Dalam UU Pengairan, tidak ada pasal yang mengatakan larangan pihak asing untuk masuk ke industri air. Tentu RPP PSDA itu bertentangan dengan semangat UU Penanaman Modal. Selain itu dalam putusan MK pun juga disebutkan swasta masih boleh terlibat dalam pengusahaan air, dan tidak disebutkan apakah swasta dalam negeri atau asing," papar Rachmat pada KONTAN, Rabu (27/5). Tak hanya itu, Rachmat juga menilai, klausul itu bersifat diskriminatif. "Jadi dalam draf RPP PSDA itu ada klausul pasal yang diskriminatif. Disebutkan bahwa investor luar negeri dilarang untuk terlibat dalam industri pengusahaan sumber daya air. Ini mengganggu kelangsungan usaha," tandas Rachmat. Untuk menyegarkan ingatan, MK telah membatalkan UU SDA pada Februari 2015 lalu.Dengan putusan ini maka dipakai UU Pengairan. Dalam putusan MK terdapat enam prinsip utama yang harus ditaati. Pertama, pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air.
RPP air dinilai langgar UU dan putusan MK
JAKARTA. Dinamika di bisnis pengelolaan sumber daya air terus terjadi setelah Mahkamah Konstitusi mencabut UU Sumber Daya Air No 7 tahun 2014. Untuk mengisi kekosongan aturan setelah keputusan MK tersebut, pemerintah tengah merancang dua peraturan pemerintah (PP), salah satunya Rancangan PP tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (RPP PSDA). Namun pelaku usaha menilai rancangan PP tersebut melanggar dua undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam rancangan RPP PSDA terdapat klausul yang melarang investor luar negeri tidak boleh terlibat dalam industri pengusahaan air. Nah, menurut Rachmat Hidayat, Juru Bicara Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Pengguna Air, klausul tersebut melanggar UU 11 tahun 1974 tentang Pengairan, UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kalusul itu juga menabrak putusan Mahkamah Konstitusi ketika membatalkan UU Sumber Daya Air No 7 tahun 2014. "Dalam UU Pengairan, tidak ada pasal yang mengatakan larangan pihak asing untuk masuk ke industri air. Tentu RPP PSDA itu bertentangan dengan semangat UU Penanaman Modal. Selain itu dalam putusan MK pun juga disebutkan swasta masih boleh terlibat dalam pengusahaan air, dan tidak disebutkan apakah swasta dalam negeri atau asing," papar Rachmat pada KONTAN, Rabu (27/5). Tak hanya itu, Rachmat juga menilai, klausul itu bersifat diskriminatif. "Jadi dalam draf RPP PSDA itu ada klausul pasal yang diskriminatif. Disebutkan bahwa investor luar negeri dilarang untuk terlibat dalam industri pengusahaan sumber daya air. Ini mengganggu kelangsungan usaha," tandas Rachmat. Untuk menyegarkan ingatan, MK telah membatalkan UU SDA pada Februari 2015 lalu.Dengan putusan ini maka dipakai UU Pengairan. Dalam putusan MK terdapat enam prinsip utama yang harus ditaati. Pertama, pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air.