JAKARTA. Deputi SDM Aparatur, Kementerian PAN dan RB, Ramli Naibaho mengatakan, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengangkatan pegawai honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS) bertujuan membatasi pemerintah daerah dalam rekrutmen pegawai honorer. "Memang tujuan untuk membatasi, lantaran kecenderunganya tidak sesuai dengan peruntukan. Ini seperti yang diutarakan Presiden," katanya di komplek Istana Kepresidenan, Selasa (2/8).Ramli pun memastikan dalam beleid itu nantinya bakal mencantumkan pasal yang memberikan sanksi bagi daerah yang tetap membandel merekrut pegawai honorer. Terutama setelah kebijakan yang menentukan hanya pegawai honorer sebelum 2005 yang diangkat menjadi PNS. "Kalau merekrut pegawai honorer saat ini bisa dimasukan kategori objek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lantaran mengalokasi anggaran bukan peruntukannya, bisa dikatakan korupsi," katanya. Sementara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara EE Mangindaan menargetkan, dapat segera menerbitkan peraturan pemerintah ini dalam waktu satu atau dua bulan ke depan. Meski demikian, pihaknya masih memiliki pekerjaan rumah sebelum PP tentang tenaga honorer menjadi PNS diteken Presiden. Pertama menyelesaikan permasalah peraturan dengan peraturan lainnya. Sebut saja UU No.43 tahun 1999 tentang kenegaraan. "Di situ dicantumkan ada pegawai tidak tetap selain pegawai negeri. Itu perlu kita cocokan lagi," katanya. Kedua, pencocokan anggaran keuangan negara. Ini terkait jika ada keputusan pemerintah untuk mengangkat sekian banyak pegawai honorer menjadi PNS. Ketiga menyesuaikan dengan beberapa aturan yang ada. Keempat proses sosialisasi mengenai gambaran RPP ini kepada kepala daerah. "Perlu dijelaskan agar tidak bias, seolah pemerintah tidak serius," imbuhnya.
RPP disusun untuk batasi daerah rekrut pegawai honorer
JAKARTA. Deputi SDM Aparatur, Kementerian PAN dan RB, Ramli Naibaho mengatakan, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengangkatan pegawai honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS) bertujuan membatasi pemerintah daerah dalam rekrutmen pegawai honorer. "Memang tujuan untuk membatasi, lantaran kecenderunganya tidak sesuai dengan peruntukan. Ini seperti yang diutarakan Presiden," katanya di komplek Istana Kepresidenan, Selasa (2/8).Ramli pun memastikan dalam beleid itu nantinya bakal mencantumkan pasal yang memberikan sanksi bagi daerah yang tetap membandel merekrut pegawai honorer. Terutama setelah kebijakan yang menentukan hanya pegawai honorer sebelum 2005 yang diangkat menjadi PNS. "Kalau merekrut pegawai honorer saat ini bisa dimasukan kategori objek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lantaran mengalokasi anggaran bukan peruntukannya, bisa dikatakan korupsi," katanya. Sementara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara EE Mangindaan menargetkan, dapat segera menerbitkan peraturan pemerintah ini dalam waktu satu atau dua bulan ke depan. Meski demikian, pihaknya masih memiliki pekerjaan rumah sebelum PP tentang tenaga honorer menjadi PNS diteken Presiden. Pertama menyelesaikan permasalah peraturan dengan peraturan lainnya. Sebut saja UU No.43 tahun 1999 tentang kenegaraan. "Di situ dicantumkan ada pegawai tidak tetap selain pegawai negeri. Itu perlu kita cocokan lagi," katanya. Kedua, pencocokan anggaran keuangan negara. Ini terkait jika ada keputusan pemerintah untuk mengangkat sekian banyak pegawai honorer menjadi PNS. Ketiga menyesuaikan dengan beberapa aturan yang ada. Keempat proses sosialisasi mengenai gambaran RPP ini kepada kepala daerah. "Perlu dijelaskan agar tidak bias, seolah pemerintah tidak serius," imbuhnya.