RPP e-commerce rampung pertengahan tahun



JAKARTA. Pemerintah masih terus menggodok regulasi yang mengatur e-commerce. Targetnya, pertengahan tahun ini, beleid yang bernama Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik itu bisa siap untuk proses pengesahan.

Menteri Perdagangan Rahmat Gobel menyatakan, calon beleid tersebut belum sepenuhnya rampung dibahas. “Kami baru akan menjadwalkan pada Februari 2015 nanti untuk membahasnya dalam forum antarkementerian dan lembaga yang lebih luas,” katanya. 

Rahmat menguraikan, beberapa hal yang diatur dalam RPP ini antara lain mengenai validitas identitas dan legalitas pelaku usaha. Pelaku usaha ini, misalnya, merchant, market place, jasa pembiayaan, dan jasa logistik. Ada juga ketentuan  informasi minimum yang harus disampaikan ke konsumen dipersyaratkan pada pelaku usaha e-commerce tersebut.


Ambil contoh, awal penawaran suatu produk, syarat sah, dan penentuan waktu terjadinya kontrak dagang, metode pembayaran yang sah, erta hak dan tanggungjawab para pihak yang terlibat dalam perdagangan melalui sistem elektronik. RPP tersebut rencananya juga akan mengatur larangan inertia selling, larangan menggunakan pembayaran yang tidak sah, serta tata cara dan mekanisme pengawasan dan penyelesaian sengketa e-commerce.

Harapannya, bakal aturan itu bisa memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan transaksi e-commerce. “RPP juga akan mengintrodusir suatu tanda atau label bagi merchant dan market place yang terpercaya sebagai tempat berbelanja online buat konsumen, dengan apa yang disebut trustmark,” ujar Rahmat.

Harapan selanjutnya, dengan terbitnya peraturan ini maka transaksi secara elektronik akan semakin tertib, fraud lewat online bakal semakin menurun. Sebaliknya, kepercayaan masyarakat atau konsumen untuk berbelanja online akan makin meningkat. Aturan e-commerce di Indonesia juga makin sesuai dengan regulasi perdagangan secara internasional. “Harapannya tentu saja ini akan mendorong semakin bertumbuhnya industri e-commerce di tanah air,” kata Rahmat.

Srie Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, menjelaskan, aturan perlindungan konsumen juga akan makin komplet dengan RPP Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Merchant maupun market place yang pernah melanggar hukum, melanggar hak konsumen, dan wanprestasi dengan konsumen akan dimasukkan ke dalam “e-commerce black list”. Ini akan memberikan panduan bagi konsumen dalam memilih merchant dan market place dan hanya bertransaksi dengan situs-situs yang jelas.

Menurut Sri, permasalahan utama e-commerce adalah logistik. Sistem logisitik yang ada belum secara mudah mampu menjangkau seluruh wilayah hingga ke pelosok-pelosok Indonesia. Begitu pula infrastruktur internet. Ini akan menyulitkan proses transaksi e-commerce. Selain itu, hasil diskusi dengan sekitar 150 bank di Indonesia, baru sekitar 7 bank yang siap mendukung transaksi pembayaran e-commerce.  

Untuk mendorong agar industri perdagangan online semakin berkembang lebih maju, Kemdag memandang perlu dilakukan upaya komprehensif agar muncul suatu komunitas yang terpercaya. Komunitas tersebut terdiri dari pelaku usaha sendiri, konsumen yang cerdas, bank sebagai pelaku jasa pembayaran yang handal, serta jaringan logistik yang mampu mendukung hingga ke seluruh pelosok wilayah Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Amal Ihsan