RPP Migas Aceh belum diteken, investor bimbang



JAKARTA. Pemerintah provinsi (Pemprov) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) bersikukuh meminta Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait bagi hasil Minyak dan Gas Bumi (Migas) segera diselesaikan sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lengser. Pemprov NAD meminta pengelolaan migas di wilayah darat dan lepas pantai NAD hingga 200 mil laut.

Kepala Dinas Pertambangan NAD Said Ikhsan bilang, saat ini belum ada perkembangan apa-apa terkait perubahan RPP Migas. "Belum ada pembahasan lagi, pemerintah dan Pemrov belum mengadakan pertemuan, kami meminta hak yang sebelumnya diajukan," katanya kepada KONTAN, Rabu (24/9).

Dengan pengesahan RPP Migas dan Kewenangan Pemerintah Aceh tersebut, pengelolaan migas di wilayah darat dan lepas pantai Aceh hingga 200 mil laut tidak lagi menjadi monopoli Pemerintah Pusat. Tetapi, akan dilakukan secara bersama-sama pusat dengan Pemda Aceh.


"Pemprov NAD berharap bisa mengelola kawasan migas yang menjorok 200 mil dari garis pantai. Sedangkan pemerintah pusat cukup sampai 12 mil saja, pemerintah selalu mengalihkan kalau jarak 200 mil tersebut, merupakan zona internasional dan keamanan," ungkapnya.

Selain itu, untuk bagi hasil migas, Pemrov Aceh juga meminta hasilnya 70% untuk NAD dan 30% untuk pemerintah pusat. Hal tersebut kata Said, sesuai dengan amanat UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), Pasal 160 ayat (2), yang menyatakan, untuk melakukan pengelolaan, pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh dapat menunjuk atau membentuk suatu badan pelaksana yang ditetapkan bersama.

Dia mengatakan, Pemerintah Provinsi NAD meminta Presiden SBY segera menandatangani dokumen RPP Migas sebelum lengser 20 Oktober nanti. Sebab, dampak berlarutnya pengesahan RPP Migas menjadi PP Migas ini ada beberapa kontrak kerja sama migas menggantung.

Akibatnya, pekerjaan di lapangan menjadi terhenti dan sampai sekarang belum bisa dilanjutkan. Sayang, Said enggan menyebutkan perusahaan yang sampai saat ini sulit menjalankan aktivitasnya.

Investor tetap tenang

Said mengklaim, beberapa perusahaan migas berencana mengajukan kontrak kerja sama eksploitasi lanjutan di NAD. Namun dasar hukum pembuatan kontrak kerja sama migas yang belum diteken Presiden sehingga penandatanganan kontrak tertunda. 

"Terlebih masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan, kita semua berharap regulasi ini bisa lebih cepat selesai, semua demi kepentingan dan kemakmuran rakyat Aceh," katanya.

Said meminta, investor bersabar menunggu disahkannya pelimpahan kewenangan tersebut. "Tapi perusahaan migas yang telah mendapat izin eksplorasi dari Pemerintah NAD diperbolehkan melaksanakan penelitian deposit migas di wilayah NAD. Jadi tinggal melanjutkan kontrak kerja sama begitu RPP Migas itu disahkan menjadi PP," ujarnya.

Dukungan juga mengalir dari Bupati  Aceh besar Mukhlis Basyah. "Kami tidak akan memberikan izin kepada perusahaan tambang terlebih dahulu," katanya saat ditemui di Banda Aceh (24/9). Sayangnya Mukhlis tak memerinci perusahaan mana yang minat berinvestasi di wilayahnya.

Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susyanto menyatakan, lamanya pengesahan  PP lantaran Pemprov NAD minta di 200 mil. "Masalahnya pemerintah pusat meminta Pemrpov NAD hanya mengelola 12 mil, itu saja," kata dia. 

Soal bagi hasil, pemerintah pusat sudah setuju soal usulan Pemprov NAD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto