RPP Sumber Daya Air dituding matikan swasta



JAKARTA. Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Pengguna Air dan Asosiasi Pengusaha Indonesia mengatakan cadangan air di Indonesia yang boleh digunakan untuk kebutuhan manusia masih sangat banyak. Lalu kenapa swasta dan asing dilarang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah Sumber Daya Air dan rancangan Peraturan Pemerintah Sistem Penyediaan Air Minum?

Rachmat Hidayat, Juru Bicara Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Pengguna Air mengatakan bingung dengan isi RPP yang melarang swasta dan asing menggunakan air. "Saya juga bingung, cadangan air sebetulnya masih sangat besar," ujar Rachmat pada Kamis (18/6).

Ia mengatakan, mengutip dari data Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, cadangan sumber air di Indonesia mencapai sekitar 3,9 triliun kubik liter. Dari jumlah itu yang boleh digunakan untuk kebutuhan penduduk Indonesia adalah 691 miliar meter kubik liter.


Dari 691 miliar kubik, baru terpakai 175 miliar meter kubik liter. Artinya masih ada 516 miliar liter kubik liter yang masih bisa digunakan.

Dari 175 miliar meter kubik liter, sebesar 141 miliar liter untuk irigasi, dan 34 miliar liter untuk kebutuhan manusia. Dari 34 miliar liter, sebesar 6,4 miliar liter digunakan untuk kebutuhan domestik seperti minum, makan, mandi dan mencuci. Sisa 27 miliar liter untuk kebutuhan industri.

Dalam dua RPP tersebut memiliki semangat untuk meniadakan peran swasta nasional dan swasta asing untuk menggunakan air.

Haryadi Sukamdani, Ketua Umum APINDO mengatakan dalam dua RPP tersebut berisi pasal-pasal yang mematikan swasta dalam penggunaan air. Yang pertama adalah larangan terhadap badan usaha penanaman modal asing untuk peroleh izin pengusahaan sumber daya air. "Kalau memang mau diatur ya soal alokasi air, tidak ada kaitan dengan soal pemilikan modal," ujar Haryadi pada Kamis (18/6).

Lalu Haryadi menilai RPP ini menetapkan suatu ketentuan tidak jelas soal pemberian izin pengusahaan sumber daya air kepada sektor swasta. "Dalam RPP ditetapkan BUMN dan BUMD sebagai prioritas, sedangkan swasta dalam urutan terbawah. Namun prioritas dan ketersediaan air ini tidak transparansi akan informasinya. Ini kami pandang bentuk kesengajaan pemerintah untuk menutup keterlibatan sektor swasta dalam menjalankan kegiatan pengusahaan sumber daya air," ujar Haryadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto