Ruang Pelonggaran Moneter Masih Terbuka Jadi Peluang Menarik Bagi Pasar Obligasi



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memandang pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) bakal moderat di tahun 2025. Sebaliknya, pertumbuhan kawasan Asia diperkirakan membaik karena siklus pengetatan suku bunga yang tidak seagresif AS.

Dari dalam negeri, pasar finansial Indonesia bakal diuntungkan oleh siklus pemangkasan suku bunga AS dan domestik. Ruang pelonggaran moneter diperkirakan masih cukup besar, di tengah peralihan menuju kebijakan pro pertumbuhan.

Senior Portfolio Manager, Fixed Income MAMI Syuhada Arief mengatakan, kawasan Asia masih memiliki daya tarik, dipicu stabilitas pertumbuhan ekonomi dan selisih suku bunga riil dengan AS yang berpotensi melebar. Besaran pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) diperkirakan tidak akan lebih besar daripada pemangkasan sebelumnya.


Potensi pemangkasan suku bunga The Fed diperkirakan masih akan terjadi di kuartal keempat. Namun, besaran pemangkasan suku bunga ke depannya akan tergantung kondisi dan indikator ekonomi yang terjadi.

Baca Juga: Reksadana Saham Kembali Lanjutkan Penguatan, Ini 5 Terbaiknya dalam Sepekan

Dari China, Arief menjelaskan, pemerintah China telah mengumumkan serangkaian pelonggaran moneter dan komitmen terhadap stimulus fiskal. Hal ini mengindikasikan perubahan fokus kebijakan dari pro-stability menjadi pro-growth.

Perubahan fokus kebijakan ini awalnya disambut positif, dan mampu mendorong masuknya arus dana asing secara masif ke pasar saham China. Tetapi pasar masih menantikan stimulus fiskal untuk mendukung konsumsi masyarakat yang dipandang dapat lebih efektif mendukung pertumbuhan ekonomi China.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menyatakan fokus kebijakan yang beralih dari pro-stability menjadi lebih seimbang antara stabilitas dan pertumbuhan. Ini mengindikasikan potensi kebijakan ke depan dapat menjadi lebih pro-growth.

Arief memperkirakan, pemangkasan BI Rate masih akan berlanjut di kuartal keempat tahun 2024, sebagai antisipasi dalam menopang pertumbuhan di tengah risiko perlambatan ekonomi global. Inflasi domestik yang rendah dan risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi global dapat menjadi faktor pemicu bagi BI untuk lebih cepat memangkas suku bunga.

Baca Juga: Investasi Dana Publik Terlecut Kinerja Pasar

Secara historis dalam siklus pemangkasan suku bunga, imbal hasil obligasi cenderung turun selaras dengan besaran pemangkasan yang terjadi. Saat ini, tingkat imbal hasil SBN 10 tahun masih pada level atraktif, di mana selisih imbal hasil SBN 10 tahun – US Treasury 10 tahun di kisaran 280 bps, di atas rata-rata 250 bps.

Oleh karena itu, Arief menilai bahwa saat ini momentum pas untuk berinvestasi di aset obligasi. Pemangkasan BI Rate ke depannya memberi potensi investasi jangka panjang yang menarik bagi pasar obligasi.

"Pemangkasan BI Rate yang masih terbuka memberi peluang bagi investor untuk mengunci imbal hasil di level menarik saat ini, sebelum pemangkasan suku bunga lebih lanjut," jelas Arief dalam siaran pers, Senin (21/10).

MAMI memproyeksi, imbal hasil SBN 10 tahun masih bakal berada di kisaran 6,00%–6,25% hingga akhir tahun 2024. Sementara itu, stabilitas inflasi, nilai tukar rupiah, arah kebijakan fiskal domestik, serta outlook soft landing AS menjadi faktor risiko yang perlu diantisipasi efeknya bagi pasar obligasi domestik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati