Rudal S-400 Turki: Bisa serang target jarak 400 kilometer, 6 kali kecepatan suara



KONTAN.CO.ID - ANKARA. Ankara dilaporkan akan melakukan uji coba sistem pertahanan udara S-400 yang kontroversial.

Mengutip Eurasiantimes.com, Turki menerima gelombang pertama dari rudal pertahanan canggih pada Juli, setelah membelinya tahun lalu dari Rusia, meskipun ada peringatan dan ancaman dari AS. Namun, pada akhirnya Washington menghapusnya dari program F-35, di mana Ankara adalah produsen dan pembeli.

Dianggap sebagai yang paling canggih dari jenisnya, rudal permukaan-ke-udara (SAMS) S-400 adalah sistem rudal permukaan-ke-udara jarak jauh dan menengah yang paling modern. Rudal ini dirancang dengan rumit untuk mendeteksi dan menghancurkan pesawat, kapal pesiar dan rudal balistik. Tidak hanya itu, S-400 juga memiliki kekuatan untuk menghilangkan instalasi di darat.


Pertama kali memasuki layanan Rusia pada tahun 2007, sistem rudal dapat menyerang target pada jarak hingga 400 kilometer, hingga enam kali kecepatan suara, pada ketinggian hingga 30 kilometer.

Baca Juga: Penuh kontroversi, Turki uji sistem pertahanan S-400 minggu depan

S-400 juga dapat meluncurkan rudal 40N6 (rudal jarak jauh, hipersonik, Surface-to-Air) untuk menyerang target aerodinamis bermanuver rendah.

Lakukan uji coba

Menurut laporan Bloomberg, Turki berencana untuk menguji S-400 minggu depan di sebuah situs di pantai Laut Hitam. Meskipun langkah tersebut tidak berarti bahwa Turki segera mengaktifkan sistem Rusia, laporan di Ankara menunjukkan bahwa kartu aktivasi dapat digunakan sebagai bentuk perlindungan.

Latihan, di mana 10 drone target Banshee buatan Inggris juga akan digunakan untuk menguji S-400, akan berlangsung hingga 16 Oktober. Kemampuan keterlibatan senjata S-400, serta kemampuan deteksi dan pelacakan radar sistem dan potensi sistem komunikasi, akan diuji.

Baca Juga: Perang Armenia-Azerbaijan, Rusia sebut banyak kelompok teror datang ke pusat konflik

"Pemilihan waktu pengujian hanya mendorong kami pada kesimpulan bahwa ini mungkin merupakan instrumen pengiriman pesan ke Rusia dan Armenia," jelas Karol Wasilewski, seorang analis di Institut Urusan Internasional Polandia yang berbasis di Warsawa, mengatakan kepada Arab News.

Menurut Wasilewski, Turki mungkin ingin menunjukkan tekadnya pada masalah Nagorno-Karabakh dan membujuk Rusia untuk bernegosiasi tentang konflik tersebut.

“Ini bukan tes pertama. Yang pertama terjadi pada November 2019. Turki mencobanya sekali dan tidak ada konsekuensi, jadi saya pikir sekarang pengambil keputusan juga yakin tidak akan ada konsekuensi,” ujarnya.

Selanjutnya: Jika syarat ini dipenuhi, Azerbaijan bersedia lakukan gencatan senjata

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie