JAKARTA. Tidak sampai 24 jam setelah dilantik menjadi Kepala Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada 16 Januari 2013, Rudi Rubiandini langsung menjalankan tugasnya sebagai orang nomor satu di lembaga pengelola minyak negara tersebut. Pada 17 Januari 2013, Rudi terbang ke Kutai Kartengara, Kalimantan Timur untuk meresmikan lapangan migas South Mahakam yang dikelola perusahaan migas asal Perancis, Total E&P Indonesie. Ketika itu, KONTAN turut hadir dalam rangka peliputan peresmian lapangan migas yang konon menjadi incaran banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas tersebut.
Dalam pidatonya di acara tersebut, Rudi sempat memberikan pernyataan bernada candaan atas kesuksesannya menapaki karir sebagai birokrat di institusi negara. "Saya tidak pernah lama menjabat. Delapan bulan jadi
corporate secretary BP Migas, tujuh bulan jadi Deputi Operasi BP Migas dan tujuh bulan jadi Wakil Menteri ESDM. Saya tidak tahu apakah jabatan Kepala SKK Migas ini juga akan berakhir dalam hitungan bulan,” kata Rudi ketika itu, tersenyum. Entah kebetulan atau tidak, pertanyaan Rudi itu seolah terjawab sendiri. Sekitar tujuh bulan menjabat Kepala SKK Migas, pada Selasa malam (13/8) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan pria kelahiran Tasik Malaya 51 tahun silam itu atas dugaan kasus suap. Hanya butuh sehari bagi KPK untuk menetapkan Rudi sebagai tersangka atas kasus dugaan suap yang menyeret nama perusahaan trader minyak asal Singapura, Kernel Oil Pte, Ltd tersebut. Setelah Rudi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Keputusan Presiden No. 93/2013. “Isi Kepres tersebut adalah memberhentikan sementara Rudi Rubiandini sebagai Kepala SKK Migas dan mengangkat Wakil Kepala SKK Johanes Widjonarko menjalankan tanggung jawab dan tugas sebagai ketua,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik di Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu (14/8/2013). Dalam keterangannya kepada para wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8), Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto membeberkan alasan penangkapan Rudi. Rudi diduga menerima suap atas sebuah kegiatan tender pengadaan penjualan minyak negara. "Bisa dibilang begitu. Cuma kami tidak bisa menjelaskan seperti itu," kata Bambang. Saat ditanya mengenai keterlibatan Kernel Oil, Bambang mengisyaratkan berapa kali perusahaan tersebut mengikuti tender penunjukan penjualan minyak di SKK Migas. Menurut Bambang, seharusnya dalam pengadaan minyak dan gas, tidak diperlukan peran
trader sebagai perantara. Di sinilah, kata dia, muara masalah sistemik kerap terjadi di industri migas. Dalam kasus dugaan suap ini, KPK resmi menangkap enam orang. Selan Rudi, KPK juga menangkap Deviardi alias Ardi (pelatih golf), Simon Gunawan Tanjaya, dua orang satpam dan satu sopir. Rudi (penerima suap) diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Namun, kepada wartawan, Rudi membantah melakukan korupsi. "Saya tidak korupsi, tapi saya kelihatannya masuk masalah gratifikasi," ujar Rudi saat keluar dari Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8) malam. Namun, Rudi menampik bahwa uang yang dibawa Ardi ke rumah dinasnya merupakan uang suap untuknya. "Ada teman datang membawa uang. Makanya biar proses hukum yang membuktikan," imbuh dia. Kronologi penangkapan Proses penangkapan Rudi berjalan sejak Selasa sore (13/8) hingga Rabu dinihari (14/8). Dari hasil penyidikan KPK, tersangka Simon berencana memberikan dana kepada Ardi hari Selasa Pukul 16.00 WIB. Dana itu lalu akan diberikan kepada Rudi yang dijanjikan bertemu pada pukul 9 malam di hari yang sama. Bambang mengungkapkan, dana itu sedianya akan diberikan kepada Rudi di City Plaza. Uang itu akan dikucurkan dari sebuah kantor cabang pembantu sebuah bank berinisial ‘M’ senilai US$ 400.000. Sekitar mendekati jam 21.30 WIB, dana itu diserahkan oleh Ardi kepada Rudi di rumah dinasnya di Jalan Brawijaya VIII/30 Jakarta Selatan. Ketika mengirimkan dana tersebut kepada Rudi, tersangka Ardi menggunakan motor gede (moge) merek BMW. “Di situ juga sudah ada BPKB-nya. Jadi, sudah paket lengkap,” kata Bambang. Mereka bertemu di rumah Rudi agak cukup lama, sekitar setengah jam lebih. Setelah diketahui dana itu diserahkan kepada Rudi, Ardi diantar pulang oleh sopir Rudi. Di saat itulah, Ardi ditangkap KPK. Dalam penyergapan itu, oleh petugas KPK, Ardi dibawa kembali ke rumah Rudi. Di sana KPK menemukan uang sebesar US$ 400.000, yang kemudian disita KPK. KPK juga menemukan uang 127.000 dolar Singapura. Lalu, di rumah Ardi di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, juga ditemukan uang US$ 200.000 dalam pecahan US$ 100. Dari hasil pengembangan penyidikan, KPK menemukan kembali beberapa barang bukti berupa uang dan perhiasan di tiga lokasi penggeledahan.
Pertama, KPK menggeledah kantor SKK Migas di Wisma Mulia lantai 37, Jakarta, sejak Rabu malam (14/8) sekitar pukul 22.30 WIB hingga Kamis sore (15/8) sekitar pukul 18.00 WIB. Dari hasil penggeledahan itu, selain mengamankan bukti dokumen, KPK juga menemukan sejumlah uang dalam pecahan dollar AS dan emas di brankas milik Rudi. Di sana ditemukan uang sebesar 60.000 dollar Singapura, US$ 2.000 dan 185 gram kepingin emas. Jika ditaksir dengan nilai rupiah, jumlahnya mencapai Rp 602,08 juta.
Kedua, penggeledahan di kantor Kesekjenan ESDM di jalan Medan Merdeka Selatan. Penggeledahan di kantor ESDM itu berakhir lebih cepat pada Kamis (15/8) sekitar pukul 10.00 WIB. Di lokasi tersebut, KPK menemukan tas berwarna hitam berisi uang pecahan dollar AS di ruang kerja Sekjen ESDM Wayono Karno senilai US$ 200.000 atau sekitar Rp 2,08 miliar.
Ketiga, KPK menggeledah kantor PT Kernel Oil Pte Ltd (KOPL Indonesia) di lantai 35B Suite Equity Tower SCBD, Jakarta, pada Rabu (14/8) malam sekitar pukul 22.30 hingga Kamis (15/8) dini hari. Namun, di sana KPK hanya menemukan sejumlah dokumen. Jadi, total barang bukti yang ditemukan berupa uang tunai sekitar Rp 8,14 miliar dalam bentuk dollar Amerika dan Singapura serta sebuah motor gede merek BMW jenis R. Bambang Widjojanto mengklaim, uang yang disita tersebut merupakan barang bukti tangkap tangan terbesar yang ditemukan sepanjang sejarah KPK berdiri sejak tahun 2004. Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, KPK belum melakukan pemeriksaan atau menyatakan keterlibatan sejumlah petinggi Kementerian ESDM dalam kasus ini. Aliran dana ke demokrat? Sejumlah spekulasi pun mencuat. Benarkah, Rudi bermain sendiri dalam kasus dugaan suap tender minyak mentah ini? Pengamat Perminyakan Kurtubi meragukan hal tersebut. Dia bilang, dalam tender penjualan minyak mentah negara, di mana SKK Migas sebagai lembaga penyelenggara tender, kecil kemungkinan hal ini tidak melibatkan sejumlah pihak. Alasannya, SKK Migas adalah lembaga negara yang terstruktur. Apalagi, sekarang SKK Migas punya Ketua Komisi Pengawas yang diemban oleh Jero Wacik, Menteri ESDM. “Ketua Pengawas harus mengetahui proses tender dari awal. Artinya, semua persetujuan dalam proses tender itu harus diketahui oleh pihak ‘kanan kiri’ dan ‘atas bawah’,” kata Kurtubi. Karena itu, Kurtubi mengaku heran, jika Ketua Pengawas SKK Migas membantah mengenal Kernel Oil, trader minyak asal Singapura yang diduga memberikan suap US$ 400.000 kepada Rudi. Pernyataan senada diungkapkan Marwan Batubara, pengamat perminyakan dari Institute Resourcess Studies (IRESS). “Kasus suap ini adalah ulah
komplotan. Banyak pihak yang bermain dalam sebuah lelang tender minyak mentah,” kata Marwan saat dihubungi KONTAN, Minggu (18/8). Sebelumnya, Jero Wacik mengklaim tidak mengenal Kernel Oil. Jero juga tidak mengetahui, bahwa Kernel Oil ikut dalam tender pengadaan minyak. Bahkan,Jero merasa yakin tidak terlibat kasus ini. "Saya tidak pernah memerintahkan yang aneh-aneh begitu. Jadi saya merasa
clear. Saya tidak pernah perintahkan jajaran saya berbuat curang," tutur Jero. Menurut Jero, saat uang itu ditemukan KPK, Sekjen Kementerian ESDM tengah sakit dan tidak masuk kerja. Politisi demokrat ini juga menegaskan siap jika dipanggil KPK. Tantangan Jero untuk diperiksa KPK, juga ditepis oleh Ketua Harian Partai Demokrat, Syarief Hasan. Dia menilai, KPK tidak perlu memanggil Jero karena tidak ada kaitannya dengan kasus yang menimpa Rudi. Syarief, yang juga menjabat sebagai Menteri Koperasi itu mengklaim, tidak ada dana dari SKK Migas yang mengalir ke dana konvensi partainya. "Tidak ada hubunganya dong (antara SKK Migas dan PD). Kan di konvensi ada bendaharanya dan dananya dari iuran anggota dan simpatisan partai," tutur Syarief di Istana Merdeka, Sabtu (17/8). Syarief bilang, pengakuan salah seorang yang mengaku anggota demokrat tidak bisa dijadikan alasan bahwa ada aliran dana dari SKK Migas pada konvensi partai berlambang Bintang Mercy tersebut. "Inikan baru pengakuan-pengakuan yang tidak jelas. Ikuti bukti-bukti saja. Kita serahkan ke penegak hukum. Yang jelas kasus ini tidak ada kaitannya dengan Demokrat," tuturnya. Sebelumnya, di sebuah televisi swasta nasional, Anggota Komisi XI DPR dari Partai Demokrat Achsanul Kosasih mengakui memiliki hubungan keluarga dengan salah satu tersangka, yakni Deviardi. “Mertuanya masih sepupu sama mertua saya," ucap Achsanul. Namun, menurut Marwan, bantahan yang dilayangkan para kader Demokrat terlihat klise. “Itu sudah biasa. Ketika Kasus Nazaruddin dan Hambalang terkuak, mereka habis-habisan membela diri, bahkan mengecam kasus tersebut. Tetapi, setelah kadernya terbukti, mereka mundur teratur dan diam,” kata Marwan. Siapa pemberi informasi KPK? Terdengar aneh, memang, jika dalam perkara suap ini hanya Rudi dan tiga Kepala Divisi SKK Migas yang diduga terlibat. Spekulasi lain pun muncul, mengapa baru sekarang KPK mengungkap kebobrokan di tubuh SKK Migas dan bukan sejak SKK Migas masih bernama BP Migas? Lalu, siapa pemberi informasi kepada KPK tentang adanya dugaan suap yang dilakukan Kernel Oil kepada Rudi? Wallahualam. Sejauh ini, KPK mengklaim, penangkapan Rudi berdasarkan informasi yang disampaikan masyarakat kepada KPK. Siapa masyarakat yang dimaksud, Bambang enggan menyebutkan. “Kami hanya menindaklanjuti informasi yang diberikan masyarakat terkait dugaan adanya pemberian kepada penyelenggara negara,” tegas Bambang. Dia bilang, setelah dipelajari penyidik KPK, informasi itu ditelusuri kebenarannya oleh KPK hingga akhirnya berbuah penangkapan Rudi dan petinggi Kernel Oil, Simon Gunawan Tanjaya. Meski begitu, Kurtubi punya analisa sendiri. Dia menilai, aroma persaingan di internal SKK Migas lebih kental mewarnai kasus suap Rudi ketimbang adanya persaingan bisnis di industri migas. “Saya menduga, sosok Rudi tidak disukai di internal SKK Migas oleh mereka yang memiliki idealisme tinggi. Mereka mungkin sudah muak dengan tindak-tanduk Rudi. Tetapi saya tidak bisa memastikan, apakah hal ini ada hubungannya dengan informasi yang diterima KPK,” ungkap Kurtubi. Berbeda dengan Kurtubi, Marwan lebih melihat penangkapan Rudi terkait adanya persaingan bisnis di bisnis migas. “Bisa saja Rudi dijebak, karena ada yang merasa bisnisnya terganggu,” kata dia. Tentu saja, analisa Kurtubi dan Marwan masih sebatas spekulasi dan belum teruji kebenarannya. Pihak SKK Migas sendiri berulang kali enggan mengomentari dugaan suap yang membelit Rudi. “Saya tidak mau berspekulasi apakah penangkapan Pak Rudi ada kaitannya dengan lelang tender minyak atau bukan,” kata Gde Pradnyana, Sekretaris SKK Migas. Gde hanya bilang, SKK Migas telah mencoret nama Kernel Oil dari daftar pelelangan minyak mentah negara. Dia memastikan, lembaganya akan segera memulihkan status Kernel Oil Pte sebagai peserta tender jika trader minyak asal Singapura itu dinyatakan tidak terbukti suap secara kelembagaan oleh KPK. “Kernel Oil akan dipulihkan dari daftar peserta lelang tender minyak, jika mereka dinyatakan KPK tidak terlibat kasus Pak Rudi,” kata Gde saat dihubungi KONTAN melalui ponselnya, Minggu (18/8). Namun, jika penyidik KPK menyatakan bahwa Kernel Oil terlibat suap, maka SKK Migas akan mencoret selamanya nama perusahaan itu dalam daftar lelang minyak. “Kalau terbukti bersalah oleh KPK, Kernel Oil tidak lagi kami ikut sertakan dalam setiap pelelangan tender minyak yang diadakan oleh SKK Migas,” tegas Gde. Apa pun alasannya, penangkapan Rudi oleh KPK dianggap telah mencoreng wajah birokrasi dan perguruan tinggi. “Dari segi rekam jejak, sosok Rudi Rubiandini adalah seorang akademisi yang cerdas, jujur dan punya kompetensi yang andal,” kata Wakil Ketua DPR, Pramono Anung Wibowo. Rudi mengingkari janjinya Bukan cuma itu. Profesor Perminyakan ITB itu juga telah mengingkari janjinya sendiri pada awal menjabat sebagai Kepala SKK Migas. Saat diwawancara khusus oleh KONTAN di sebuah hotel di Balikpapan usai peresmian lapangan Migas South Mahakam, Rudi berjanji akan membenahi internal lembaga pengganti BP Migas tersebut. Maklum, BP Migas, lembaga negara yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada November 2012 karena pendiriannya dianggap inkonstitusional, dinilai banyak kalangan sebagai ‘sarang korupsi’. “Pegawai SKK Migas harus memberikan pelayanan sportif, tidak boleh ada keberpihakan kepada kolusi, kolusi, dan nepotisme dalam segala kegiatan industri migas,” ucap Rudi ketika itu. Janji tinggal janji. Kini, banyak pihak kecewa atas dugaan suap yang dilakukan Rudi. Salah satunya, Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan. Dahlan mengaku heran kenapa Rudi menerima suap dari Kernel Oil. Pasalnya, kata Dahlan, Rudi sudah mendapat penghasilan tambahan dari posisi Komisaris Bank Mandiri sejak April lalu. "Gaji Komisaris (Bank Mandiri) itu Rp 80 juta. Sedangkan gaji Dirutnya lebih besar sekitar Rp 200 juta," ungkap Dahlan usai rapat di Kantor Pelindo II, Kamis (15/8). Dahlan mengangkat Rudi sebagai Komisaris Bank Mandiri karena dirinya dianggap anti korupsi. "Saya kaget, entah beliau tergoda atau terjebak tapi yang jelas dia menerima suap," ujarnya. Atas kasus tersebut, Dahlan pun resmi memberhentikan Rudi sebagai Komisaris Bank Mandiri sejak Rabu (14/8). "Setelah dicopot, ya dia sudah tidak terima gaji lagi," kata Dahlan. Sekadar catatan, Rudi diangkat menjadi Komisaris Bank Mandiri sejak diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BUMN tersebut pada April 2013. Kekecewaan juga dilontarkan Kurtubi. Dia menilai, sebelum menjadi birokrat di pemerintahan, Rudi adalah sosok seorang akademisi yang memiliki idealisme tinggi. “Sebelum menjadi birokrat, ide-ide Rudi masih segar dan
logic serta berpihak kepada rakyat. Saya dan Rudi pernah sama-sama menjadi saksi ahli di pengadilan Jakarta Pusat dalam kasus lumpur Lapindo,” kata Kurtubi kepada KONTAN saat dihubungi melalui ponselnya, Minggu (18/8). Kurtubi berkisah, di pengadilan tersebut, kesaksian yang diberikan Rudi atas kasus Lapindo masih bersifat objektif sesuai dengan posisinya sebagai akademisi. “Saat itu, dia bilang, kasus Lapindo bukan disebabkan bencana alam, tapi kesalahan pengeboran operatornya,” kenang Kurtubi. Nama Rudi sebagai ahli teknik perminyakan memang melambung pasca terjadinya kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, tahun 2006 silam. Peraih gelar Doctor-Engineer dari Technische, Universitaet Clausthal, Jerman tahun 1991, itu menentang teori bahwa bencana lumpur Lapindo terjadi akibat gempa di Yogyakarta. Ia meyakini petaka itu terjadi karena kesalahan pengeboran pihak operator. Dus, bak sebuah ‘bintang’ baru di dunia migas, sarjana Teknik Perminyakan ITB tahun 1985 itu kerap menjadi narasumber berbagai media. Dari sinilah Rudi menemukan jalan untuk menapaki karir sebagai birokrat. Namun, dari sana pula, penilaian Kurtubi terhadap Rudi berubah 360 derajat. Menurut Kurtubi, setelah duduk di BP Migas, ada perubahan besar terjadi pada diri Rudi. Menurut Kurtubi, di ruang publik seperti seminar dan dialog di media televisi, Rudi kerap memberikan pernyataan yang cenderung bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara. Kurtubi memberi contoh. Rudi lebih berpihak kepada kepentingan KKKS. Antara lain, dalam kasus bioremediasi Chevron meskipun pengadilan telah menyatakan bersalah atas kasus tersebut. Rudi juga dinilai sangat mendukung perpanjangan kontrak migas Total E&P yang akan berakhir pada 2017 mendatang. Misal, Rudi sering bicara di media bahwa KKKS nasional tidak mampu mengelola blok Mahakam. "Padahal, Pertamina sudah menyatakan kesiapannya. Lagi pula, siapa pun pengelolanya, tidak akan ada risiko gagal di blok Mahakam karena masih menghasilkan produksi,” kata Kurtubi.
Marwan justru mengaku tidak menaruh kepercayaan terhadap Rudi sejak menjabat sebagai Wakil Menteri ESDM. “Dia itu profesor pengejar rente. Dulu ketika ribut blok mahakam dia selalu membela asing," kata Marwan. Bukti keberpihakan Rudi terhadap asing, lanjut Marwan, ketika dia menjelekkan Pertamina yang tidak mampu mengelola migas Indonesia.“Saat itu Rudi sampai membuat iklan di salah satu media dan menjelek-jelekkan Pertamina. Dia bilang nanti Pertamina bangkrut, SDM nya tidak siap jika mengelola Blok Mahakam,” kata Marwan. Padahal, lanjut dia, Pertamina terbukti mampu menggenjot produksi migas yang sebelumnya dikelola perusahaan asing. "Eksplorasi Pertamina di Offshore North West Java (ONWJ) produksinya meningkat. Dari yang tadinya 12.000 barel per hari (bph) menjadi 39.000 bph,” kata Marwan. Blok ONWJ sebelumnya dikelola oleh British Petroleum (BP). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan