Rugi besar, Qantas Airways pangkas 1.000 pegawai



SYDNEY. Dalam kompetisi, ada pemenang, ada juga yang kalah. Kali ini, Qantas Airways harus mengakui kekalahannya. Kompetisi yang sengit di industri maskapai Australia memaksa Qantas memangkas (PHK) 1.000 pegawai. Pengetatan pengeluaran tak lepas dari kerugian yang dialami maskapai terbesar di Australia ini.

Qantas memprediksi bakal membukukan kerugian sebesar A$ 250 juta di semester I yang berakhir Desember 2013. Rendahnya permintaan, penurunan harga tiket, penguatan dollar Australia, dan kenaikan harga bahan bakar minyak menjadi sejumlah faktor yang memicu kerugian.

"Tantangan masih besar di tahun depan. Persaingan rute internasional Australia sangat ketat," ujar Alan Joyce, CEO Qantas Airways, seperti dikutip ABC News, Kamis (5/12). Kinerja yang memble pun memaksa Qantas merencanakan PHK sebanyak 1.000 orang. Rencana ini bakal dilakukan dalam 12 bulan mendatang.


Qantas berharap, PHK massal ini bisa menghemat sebesar A$ 2 miliar. Sebagian pegawai, termasuk Joyce dan jajaran direksi juga bakal terkena pengurangan gaji. “Kerugian Qantas akan terus membesar. Pemerintah Australia perlu membantu Qantas," ujar David Liu, Kepala Riset Index Asset Management Pty, mengutip Bloomberg.

Liu menilai, kerugian bakal memicu peringkat investasi Qantas terpangkas dalam waktu dekat. Beberapa waktu lalu, Qantas telah meminta bantuan dari pemerintah Australia dan Virgin Australia Holdings Ltd. Qantas berniat merilis saham baru untuk memperkuat modal agar mampu ekspansi.

Keterpurukan Qantas juga mendorong kemunculan wacana kepemilikan asing. Bulan lalu, Joe Hockey, Menteri Keuangan Australia merekomendasikan pemerintah untuk mengubah aturan kepemilikan asing di industri maskapai. Saat ini, investor asing hanya boleh memiliki maksimal 49% di maskapai lokal.

Pemegang saham mayoritas Qantas adalah pemerintah Australia. Kerugian terbesar Qantas bersumber dari rute penerbangan internasional. Agar mampu bertahan, di awal tahun 2013, Qantas menggandeng Emirates Airlines dengan kontrak kerjasama selama 10 tahun mendatang.

Editor: Dessy Rosalina