Rugi Garuda membengkak jadi US$ 211,7 juta



JAKARTA. Kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) masih merah. Sepanjang semester I-2014, rugi bersih maskapai terbesar Tanah Air ini melambung menjadi US$ 211,7 juta. 

Jika di-rupiah-kan, rugi Garuda mencapai Rp 2,43 triliun (dengan asumsi Rp 11.500 per dollar AS). Pada periode yang sama tahun lalu, GIAA mencatatkan kerugian US$ 10,92 juta. Dengan begitu, rugi per saham turut naik menjadi US$ 0,00847 dari sebelumnya US$ 0,00048. 

Rugi ini disebabkan beban usaha perseroan melonjak menjadi 14,75% US$ 1,9 miliar dari sebelumnya US$ 1,7 miliar. Beban operasional penerbangan mengalami kenaikan tertinggi dibandingkan beban yang lain. Di sisi lain, GIAA juga tak mampu membukukan pertumbuhan pendapatan.


Total pendapatan usaha GIAA hanya naik tipis dari US$ 1,73 miliar, menjadi US$ 1,74 miliar. Pendapatan dari penerbangan berjadwal memberi kontribusi tertinggi sebesar US$ 1,59 miliar. Sementara pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal malah turun 43,6% year on year menjadi US$ 5,9 juta. Sementara pendapatan lainnya berkontribusi sebesar US$ 140,8 juta. 

Kerugian yang diderita GIAA juga berasal dari rugi selisih kurs yang membengkak. Dalam enam bulan pertama tahun ini, GIAA mencatatkan rugi selisih kurs sebesar US$ 12,86 juta. Padahal pada tahun lalu, GIAA masih bisa membukukan keuntungan dari selisih kurs sebesar US$ 1,4 juta.

Garuda memang memiliki eksposur terhadap risiko pasar, diantaranya risiko harga bahan bakar pesawat, nilai tukar mata uang, dan tingkat bunga. Namun, GIAA berupaya melakukan transaksi lindung nilai untuk mengelola risiko bahan bakar pesawat. 

"Ada upaya juga untuk mengelola pemakaian bahan bakar yang efisien," ujar Emirsyah Satar, Direktur Utama GIAA dalam laporan keuangan, Selasa (22/7). Adapun biaya bahan bakar saat ini di kisaran 30%-40% dari rerata biaya operasional perusahaan.

Tak hanya terbeban dari rugi selisih kurs, ekspansi GIAA yang sebagian besar didanai dari utang membuat beban keuangannya membengkak hingga 84,9% menjadi US$ 42,83 juta. Total kewajiban GIAA pun tercatat hingga US$ 1,14 miliar. Sementara ekuitasnya sebesar US$ 1 miliar. 

Pada perdagangan Selasa (22/7), saham GIAA berkubang di zona merah dengan penurunan 0,23% menjadi RP 432 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia