Rumah Sakit Bantah Gunakan BBM Subsidi



JAKARTA. Pengelola rumah sakit kelas internasional menyatakan keberatan atas rencana Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang akan mengeluarkan aturan tentang pengendalian konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

Mereka juga menolak tudingan BPH Migas yang menyebut  rumah sakit telah mengonsumsi BBM bersubsidi secara berlebihan. Bantahan ini berasal dari Direktur Utama Rumah Sakit Omni Internasional Sukendro. Dia menyatakan, kalangan rumah sakit umumnya membeli BBM non subsidi dengan harga non subsidi. “Walaupun kami rumah sakit, tapi kami tidak mendapatkan BBM bersubsidi, apalagi mengonsumsi BBM berlebihan," tampik Sukendro, Kamis (25/9).

Lagipula, Sukendro menambahkan, rumah sakit internasional tidak mungkin sengaja menggunakan BBM secara berlebihan. Pasalnya, bila banyak menggunakan BBM tentu juga akan menimbulkan cost yang besar pula.


Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2006 tentang Penggunaan BBM Bersubsidi, pemerintah mengategorikan rumah sakit sebagai pelayanan umum yang berhak menerima subsidi BBM. Namun aturan itu tidak menjelaskan rumah sakit semacam apa yang berhak menerima subsidi.

Ketidakjelasan itulah yang membuat BPH Migas akan membuat aturan baru untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi untuk rumah sakit internasional. Tidak hanya itu, aturan ini juga akan membatasi penggunaan BBM bersubsidi di sektor transportasi, pertambangan, perkebunan dan industri.

Di luar itu, aturan baru secara tak langsung juga menuding Pertamina telah menyalurkan BBM bersubsidi kepada yang tidak berhak. Pertamina tentu membantah ada industri besar yang membeli BBM bersubsidi dari Pertamina. Juru Bicara Pertamina, Wisnutoro menyatakan, Pertamina menyeleksi industri yang berhak mendapat BBM bersubsidi secara ketat, sesuai Perpres 9/2006. “Kecuali mereka membeli dari tempat liar, bandar BBM oplosan," kata Wisnuntoro.

Namun Pertamina mempersilakan BPH Migas melanjutkan rencananya. “Tetapi tidak akan banyak industri yang tersaring dari aturan itu, sebab semua sudah diatur dalam Perpres," kata Wisnuntoro.

Saat ini BPH Migas masih membahas aturan ini dengan Departemen Perhubungan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Pertanian. "Semoga Oktober bisa ditetapkan," kata Ibrahim Hasyim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test