JAKARTA. Permintaan produk turunan rumput seperti agar-agar dan cerageenan baik di pasar dalam negeri maupun untuk ekspor disebut terus menunjukkan tren peningkatan. Karena itu volume produksinya pun dipercaya akan terus bertambah sesuai tren tahunan. Selama 2013 sendiri, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (Astruli) Thomas Ferdinand volume produksi produk turunan rumput laut di dalam negeri mencapai 15.638 ton. Di mana selama beberapa tahun ke belakang industri ini mencatatkan pertumbuhan di kisaran 10%. "Pada tahun ini sepertinya aka naik 10% didorong naiknya konsumsi," kata dia, Jumat (28/2). Bila mengacu pada proyeksi pertumbuhan tersebut, maka produksi produk turunan rumput laut di 2014 diperkirakan bakal menembus 17.202 ton. Selain karena permintaan yang terus meningkat, dia bilang beberapa investor baru pun mulai masuk ke industri pengolahan rumput laut. Tahun lalu saja menurutnya ada tiga pabrik baru berdiri, dan akan disusul satu pabrik lagi di tahun ini. Sayang ia belum bisa memberikan besaran investasi baru yang masuk. Namun ia menggambarkan, untuk bisa memproduksi 80 sampai 100 ton produk turunan rumput laut dibutuhkan investasi sekitar Rp 60 miliar. Selama ini produk turunan rumput laut yang paling dikenal memang agar-agar. Namun menurut Thomas, masih banyak aplikasi lain yang juga punya pasar yang bagus. Cerageenan misalnya, banyak digunakan oleh industri makanan olahan seperti sosis. Selain itu industri kosmetik, produk perawatan tubuh, hingga farmasi juga banyak menggunakan produk ini sebagai bahan tambahan. Sementara dari sisi pemasaran, sekitar 80% produk turunan rumput laut dijual di pasar domestik. "Ekspor baru 20% karena pasar domestiknya memang besar," ujar dia. Sayangnya, dia menambahkan volume produksi olahan rumput laut yang dihasilkan saat ini masih terbilang mini. Pasalnya dari kapasitas produksi di dalam negeri sebesar 30.000 ton per tahun, utilisasi produksi hanya mencapai sekitar 60% saja. Hal ini disebabkan minimnya bahan baku rumput laut kering yang bisa didapatkan industri. Pasalnya mayoritas petani rumput laut masih memilih untuk mengekspor rumput laut kering mereka. Sementara Wakil Menteri Perindustrian Alex W Retraubun mengakui potensi bahan baku rumput laut di dalam negeri memang belum dimaksimalkan. Padahal Kementerian Kelautan dan Perikanan saja menargetkan produksi rumput laut basah di tahun ini bisa menembus 7,9 juta ton. Dengan sumber daya sebesar itu, maka sebenarnya peluang untuk menciptakan produk turunan rumput laut yang bernilai tambah lebih terbilang besar. "Makanya kita akan bicarakan dengan beberapa kementerian terkait termasuk dengan Kementerian Keuangan untuk merumuskan insentif bagi industri," ujar Alex.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rumput laut terkekang pasokan bahan baku
JAKARTA. Permintaan produk turunan rumput seperti agar-agar dan cerageenan baik di pasar dalam negeri maupun untuk ekspor disebut terus menunjukkan tren peningkatan. Karena itu volume produksinya pun dipercaya akan terus bertambah sesuai tren tahunan. Selama 2013 sendiri, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (Astruli) Thomas Ferdinand volume produksi produk turunan rumput laut di dalam negeri mencapai 15.638 ton. Di mana selama beberapa tahun ke belakang industri ini mencatatkan pertumbuhan di kisaran 10%. "Pada tahun ini sepertinya aka naik 10% didorong naiknya konsumsi," kata dia, Jumat (28/2). Bila mengacu pada proyeksi pertumbuhan tersebut, maka produksi produk turunan rumput laut di 2014 diperkirakan bakal menembus 17.202 ton. Selain karena permintaan yang terus meningkat, dia bilang beberapa investor baru pun mulai masuk ke industri pengolahan rumput laut. Tahun lalu saja menurutnya ada tiga pabrik baru berdiri, dan akan disusul satu pabrik lagi di tahun ini. Sayang ia belum bisa memberikan besaran investasi baru yang masuk. Namun ia menggambarkan, untuk bisa memproduksi 80 sampai 100 ton produk turunan rumput laut dibutuhkan investasi sekitar Rp 60 miliar. Selama ini produk turunan rumput laut yang paling dikenal memang agar-agar. Namun menurut Thomas, masih banyak aplikasi lain yang juga punya pasar yang bagus. Cerageenan misalnya, banyak digunakan oleh industri makanan olahan seperti sosis. Selain itu industri kosmetik, produk perawatan tubuh, hingga farmasi juga banyak menggunakan produk ini sebagai bahan tambahan. Sementara dari sisi pemasaran, sekitar 80% produk turunan rumput laut dijual di pasar domestik. "Ekspor baru 20% karena pasar domestiknya memang besar," ujar dia. Sayangnya, dia menambahkan volume produksi olahan rumput laut yang dihasilkan saat ini masih terbilang mini. Pasalnya dari kapasitas produksi di dalam negeri sebesar 30.000 ton per tahun, utilisasi produksi hanya mencapai sekitar 60% saja. Hal ini disebabkan minimnya bahan baku rumput laut kering yang bisa didapatkan industri. Pasalnya mayoritas petani rumput laut masih memilih untuk mengekspor rumput laut kering mereka. Sementara Wakil Menteri Perindustrian Alex W Retraubun mengakui potensi bahan baku rumput laut di dalam negeri memang belum dimaksimalkan. Padahal Kementerian Kelautan dan Perikanan saja menargetkan produksi rumput laut basah di tahun ini bisa menembus 7,9 juta ton. Dengan sumber daya sebesar itu, maka sebenarnya peluang untuk menciptakan produk turunan rumput laut yang bernilai tambah lebih terbilang besar. "Makanya kita akan bicarakan dengan beberapa kementerian terkait termasuk dengan Kementerian Keuangan untuk merumuskan insentif bagi industri," ujar Alex.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News