Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini properti menjadi salah satu instrumen investasi unggulan yang selalu dapat diandalkan. Peminat properti kian melonjak setiap tahunnya. Sebab, properti dinilai sebagai investasi yang cukup menjanjikan dan memiliki potensi nilai yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun faktanya, para pelaku pasar seakan menyangkal bahwa dalam kurun lima (5) tahun ini, pertumbuhan nilai jual investasi properti terus menyusut. Jelas, kondisi tersebut mengusik rasa aman para investor. Bahkan tidak jarang, banyak sekali pelaku pasar properti yang mengalami kesulitan dalam penjualan sebuah proyek baru. Hal tersebut secara terbuka disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (REI), Sulaiman Sumawinata dalam Rapat Kerja Daerah REI DKI Jakarta 2018 yang mengusung tema “Harmonisasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Investasi Properti Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat”.
"Kita semua tahu bahwa industri properti sedang dalam keadaan yang sangat memprihatinkan,
slow down. Sudah hampir 3-4 tahun kita tidak bisa bergerak untuk
growing," ujarnya di JS Luwansa Hotel, Jakarta pada Kamis (22/11/2018). Sebenarnya apa yang membuat industri properti di Indonesia cenderung
stuck? Salah satu pengamat properti Panangian Simanungkalit menuturkan, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan penjualan properti menurun tahun ini. Semisal prediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan penyelenggaraan pesta politik. Kendati demikian, faktor paling dominan adalah tingginya jumlah generasi milenial yang belum berminat memiliki properti. Padahal, mereka adalah target utama para pengembang atau developer. Fenomena tersebut bisa jadi disebabkan daya beli dan harga jual yang tidak seimbang. Apalagi suku bunga terus membesar setiap tahunnya, semakin mengurungkan niat para konsumen untuk berinvestasi. Menilik deretan isu ini, pengembang seharusnya mengambil langkah-langkah untuk beradaptasi dengan kebutuhan dan gaya pasar. Bukan malah mengabaikan, sehingga memicu
over-supply dalam pasar properti di Indonesia. Kembali kepada pertanyaan utama, apakah properti kemudian dapat dinilai sebagai investasi yang baik untuk saat ini? Seperti yang telah dijelaskan di awal, pembelian properti di masa sekarang bukan momentum yang tepat. Lantaran masih kurangnya minat beli para calon pembeli properti. Terlebih, program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih menawarkan suku bunga yang terbilang tinggi. Ini belum termasuk biaya-biaya lain, yakni biaya cicilan ataupun bunga bank (asuransi, provisi, komisi). Jadi, dapat disimpulkan pembelian properti sekarang tidak akan memberikan profit yang optimal. Banyak faktor yang wajib dipertimbangkan dalam menilai apakah sebuah properti layak diinvestasikan. Mulai dari lokasi properti yang strategis atau tidak, bagaimana reputasi pengembang di properti tersebut, seperti apa peluang kenaikan harga di masa mendatang, serta bagaimana biaya perawatannya apabila Anda membeli jenis properti rumah maupun apartemen. Dengan berbagai pertimbangan yang matang dan benar, maka investasi properti bisa jadi menguntungkan. Lalu, apa investasi yang tepat dan menguntungkan? Jika mengikuti jejak salah satu investor terkaya di dunia, Warren Buffett selalu menginvestasikan uangnya ke aset kertas seperti saham. Maka investasi aset kertas adalah salah satu instrumen yang tepat dan berpotensi mendatangkan keuntungan optimal. Uniknya, Warren Buffett selalu mengalokasikan kekayaannya pada saham perusahaan-perusahaan besar seluruh dunia. Bisa jadi, beliau memiliki pendapat yang sama mengenai investasi properti. Buktinya, ia masih tinggal di rumah yang sudah dibelinya sejak pertama kali. Kemudian, bagaimana cara memulai investasi kertas? Ada banyak sekali cara untuk memulai. Bisa dari membeli reksadana hingga mata uang kripto. Tentu, para calon investor harus mempersiapkan diri dengan cermat sebelum memulai investasi di masing-masing jenis instrumen keuangan ini. Awali dengan penilaian profil risiko investor. Sehingga, para calon investor dapat memperoleh instrumen investasi yang sesuai dengan karakter dirinya. Apakah Anda tergolong berani menempatkan dana pada instrumen risiko tinggi dengan potensi imbal hasil yang besar pula? Atau sebaliknya, menggemari produk konservatif dengan risiko minim dan
return mini? Nah, dari sanalah baru bisa ditentukan instrumen keuangan yang hendak diinvestasikan. Setelah penentuan instrumennya, akan jauh lebih baik apabila masing-masing calon investor mempelajari terlebih dahulu instrumen yang ingin diinvestasikan. Wajib hukumnya untuk membaca informasi produk dengan detil, spesifikasi serta ketentuan investasi. Tentu investasi ini pastinya membingungkan bagi para pemula yang baru memulai atau sekadar ingin coba berkecimpung. Akan lebih baik apabila dana investasi diserahkan ke badan profesional yang mampu mengelola dana sehingga mampu mendatangkan profit yang optimal. Black Boulder Capital (BBC) adalah salah satu perusahaan aset manajemen di Jakarta yang memberikan keuntungan maksimal bagi para investornya. Hal ini dikarenakan BBC mempunyai fokus investasi di sektor riil seperti properti komersil, makanan dan minuman, hingga ritel. Tiga sektor tersebut memiliki
return on investment (RoI) yang tinggi dibandingkan dengan sektor lain. Ini memungkinkan BBC untuk memberikan imbal hasil hingga 18% per tahun untuk para investor. BBC sudah memiliki banyak anak perusahaan dan portofolio di berbagai sektor aset riil. Dengan tim pengelola aset profesional yang dimilikinya, kini BBC telah dipercaya untuk mengelola dana kelolaan alias
asset under management hingga Rp 1 triliun. Demikian penjelasan untuk membantu menentukan jenis investasi yang tepat saat ini dengan memperhatikan berbagai aspeknya. Semoga Anda semakin cerdas dan bijak dalam berinvestasi.
Dipersembahkan oleh : Timothy Tandiokusuma
Founder & CEO Black Boulder Capital Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Indah Sulistyorini