JAKARTA. Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen (Pol) Ahmad Wiyagus membantah adanya penggeledahan rumah mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Selasa (14/4). "Yang digeledah itu dua kantor vendor yang terkait dugaan korupsi
payment gateway," ujar Wiyagus kepada Kompas.com, Selasa siang. Pernyataan tersebut meralat informasi yang disampaikan Kepala Tim 5 Subdirektorat II Tipikor Bareskrim Polri AKBP Syamsu Bahri, Selasa pagi, yang menyatakan bahwa polisi menggeledah rumah Denny.
Dua kantor vendor yang dimaksud adalah PT Nusa Satu Inti Arta (Dokku) di Plaza Asia Office, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, dan PT Finnet Indonesua di Menara Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. "Penggeledahan dimulai sejak pukul 09.00 WIB pagi tadi. Sampai saat ini (pukul 12.35 WIB) masih berlangsung," ujar Wiyagus. Salah satu penyidik tindak pinda korupsi Ajun Komisaris Besar Polisi Adi Deriyan mengatakan, pihaknya mungkin saja menggeledah rumah Denny Indrayana. Namun, saat ini penggeledahan tersebut belum dibutuhkan. "Penggeledahan rumah, belum," ujar Adi. Denny ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi atas kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi dalam sistem
payment gateway atau pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.
Berdasarkan pemeriksaan sejumlah saksi, polisi menduga Denny telah menunjuk langsung dua vendor yang mengoperasionalkan sistem
payment gateway. Vendor itu membuka rekening untuk menampung uang pungutan pemohon paspor. Uang itu mengendap di rekening vendor selama beberapa hari kemudian baru ditransfer ke kas negara. Atas dugaan tersebut, Denny membantah telah menunjuk langsung kedua vendor tersebut. Kuasa hukum Denny, Defrizal Djamaris, mengatakan bahwa keberadaan dua vendor, yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia, sudah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Penyidik Polri juga menemukan bukti bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah mengeluarkan rekomendasi bahwa sistem
payment gateway itu memiliki risiko hukum. Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama. (Fabian Januarius Kuwado) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie