JAKARTA. Rupiah terkapar melawan keperkasaan mata uang negeri Paman Sam. Kondisi ini membuat pelaku industri harus pintar mengatur strategi agar tetap meraup untung. Terlebih emiten konsumer yang menggunakan bahan baku impor. Agar margin tak tergerus, produsen makanan menaikan harga. Salah satu emiten yang menaikkan harga jual produk adalah, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI). Produsen roti dengan merek Sari Roti itu pun mengaku kenaikan harga karena efek pelemahan rupiah. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga menaikkan harga jual sebanyak 5% pada Maret 2014. Manajemen UNVR juga mengaku, langkah ini dilakukan karena ongkos bahan baku yang melonjak. UNVR kembali menaikkan harga jual pada September 2014 dengan besaran yang sama. Dus, total di tahun ini, UNVR telah menaikkan harga jual 10%.
Selain kedua perusahaan tersebut, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) telah menaikan harga. Terutama pada produk susu milik Indofood yakni Indomilk. ICBP menaikkan harga jual produk susu cair dan susu kental manis. Tiesha Narandha Putri, Analis Samuel Sekuritas mencatat, ICBP telah menaikan harga sebanyak dua kali di 2014. Pertama kali pada Januari 2014 menaikan harga 10%. Dan satu bulan berikutnya Februari 2014. ICBP kembali menaikan harga jual Indomilk sebesar 10%. Itu berarti hingga kini, ICBP telah menaikan harga mencapai 20%. ICBP juga telah menaikkan harga jual mi instan Indomie. Tiesha mencatat, harga jual Indomie telah naik 18%. Terakhir ada PT Mayora Indah Tbk (MYOR) yang siap menaikkan harga jual pada kuartal III tahun ini. Analis Mandiri Sekuritas, Herman Koeswanto dalam riset 13 Juni 2014 memaparkan, MYOR siap mengerek harga 5%-6%. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan kenaikan harga di tahun lalu yang hanya sebesar 3%. Salah satu produk yang harganya siap untuk naik kopi dengan merek Torabika. Para analis menilai, kenaikan harga yang dilakukan oleh para emiten memang cukup tepat. Namun, setiap emiten yang menaikkan harga jual akan menerima tanggapan tersendiri. Pada ROTI misalnya. Ankga Adiwirasta, Analis BNI Securities menilai, pendapatan dan laba bersih ROTI bisa merosot. Tapi kalau menurut Tiesha, rencana ROTI menaikan harga jual tak akan mempengaruhi minat konsumen pada produk besar bagi pasar. "Saya masih percaya ROTI akan memimpin pasar, karena memang demand paling besar dari merek lain," ungkap dia. Nah pada kenaikan harga yang dilakukan oleh UNVR menurut Angka terlalu berlebihan. "Kalau lebih dari 5% pasti akan kalah dengan para pesaingnya," proyeksi dia. Tiesha pun mewanti-wanti, Pasalnya, menurut Tiesha, pendapatan UNVR lebih banyak dari warung kecil ketimbang di pasar modern dan supermarket. "Volume penjualan bisa berkurang karena para pembeli warung kecil lebih rentang untuk berganti produk daripada konsumen di supermarket," kata dia.
Nah pada ICBP, Tiesha menilai, kenaikan harga susu akan sensitif pada pembeli. Namun, pada produk Indomie karena brand kuat, dia melihat permintaan masih besar. Begitu juga pada produk MYOR, Herman menilai, demand pada produk Torabika yang semakin besar. Tiesha dan Angka pun bilang, kenaikan harga bukan karena rupiah melemah. Tapi adanya kenaikan tarif dasar listrik. Apalagi menurut Tiesha, perusahaan baru menaikkan harga jual produk di tahun ini, akibat melemahnya rupiah sejak tahun lalu. "Tahun lalu, perusahaan belum berani menaikan harga dan baru menaikkan di tahun ini," jelas Tiesha. Tak heran, ada emiten konsumer yang menaikkan harga sampai dua kali. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana