JAKARTA. Memudarnya peluang kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed disambut oleh menguatnya rupiah. Walhasil, risiko berinvestasi di Indonesia pun pulih. Tengok saja, Kamis (22/10),
credif default swap (CDS) atau resiko investasi lima tahun Indonesia turun 2,15% menjadi 222,613. Ketimbang akhir tahun 2015, angka tersebut sudah menanjak 38,86% dari posisi semula 160,312. Semakin tinggi angka CDS, semakin riskan pula iklim investasi suatu negara. Sebaliknya, semakin rendah angka CDS, risiko berinvestasi di daerah tersebut semakin minim.
Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Anil Kumar menuturkan, sejak awal Oktober 2015, hampir semua CDS negara berkembang membaik. Sebab, peluang kenaikan suku bunga acuan The Fed mulai luntur akibat data perekonomian yang kurang mengkilap. Perlambatan ekonomi China dan negara-negara di dunia juga menjadi kekhawatiran. Sehingga, pelaku pasar mulai memarkirkan dananya kembali di emerging market, termasuk Indonesia. Memang ketidakpastian rencana The Fed tersebut masih beredar. Namun, pelaku pasar mencermati Negeri Paman Sam tidak akan merealisasikan rencananya pada Oktober 2015. “Investor kembali ke Indonesia karena valuasinya sudah murah,” tuturnya. Dari sisi dalam negeri, aksi pemerintah yang meluncurkan beberapa paket kebijakan ekonomi juga menyegarkan iklim investasi di Indonesia. Meskipun program tersebut bersifat jangka menengah dan panjang, adanya niat pemerintah untuk memperbaiki struktur ekonomi Indonesia diapresiasi oleh pelaku pasar. Menurut Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga, membaiknya iklim investasi dalam negeri disebabkan oleh bangkitnya kinerja mata uang Garuda. Di pasar spot pada Kamis (22/10), rupiah menguat 0,61% ketimbang hari sebelumnya menjadi Rp 13.640,3 per dollar Amerika Serikat (AS). Kondisi tersebut jauh lebih baik dibandingkan posisi rupiah beberapa pekan lalu yang sempat menyentuh level Rp 14.700-an.
Namun, Desmon menilai perbaikan CDS bersifat sementara. Sebab, pulihnya iklim investasi Indonesia hanya disokong oleh sentimen dan spekulasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan dari sisi fundamental belum banyak berubah. Apalagi masih ada peluang Bank Sentral AS alias The Fed mengerek suku bunga acuannya di sisa tahun 2015. The Fed bakal menggelar pertemuan FOMC pada 27 Oktober 2015 – 28 Oktober 2015 yang akan membahas rencana kenaikan suku bunga. “Saya lihat The Fed belum akan menaikkan suku bunga pada Oktober. Tapi pelaku pasar cenderung menginvestasikan dananya di dollar AS sebagai aset safe haven selama peluang itu masih ada,” tukasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto