Rupiah berpeluang menguat pada Jumat (17/7) setelah BI7DRR dipangkas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk kembali memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) diharapkan jadi penopang penguatan nilai tukar rupiah akhir pekan (17/7). Di samping itu, data ekspor impor Juni 2020 yang positif turut jadi sentimen positif penggerak mata uang Garuda terhadap dolar Amerika Serikat (AS) besok.

Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Kamis (16/7) kurs rupiah tercatat melemah 0,26% ke Rp 14.625 per dolar AS. Sementara itu, pada kurs tengah BI atau Jisdor rupiah melemah 0,11% ke level Rp 14.632 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya. "Kami berharap rupiah akhir pekan nanti akan sedikit menguat, didominasi sentimen positif dari domestik," kata Ekonom Pefindo Fikri C Permana kepada Kontan.co.id, Kamis (16/7).

Baca Juga: BI optimistis burder sharing tak kerek inflasi tahun ini

Pelemahan kurs rupiah yang terjadi pada Kamis (16/7) disebabkan oleh sentimen global. Intensitas ketegangan antara AS dan China terus meningkat. Begitu juga dengan tensi perang dagang yang dipicu politik di Hong Kong.

Namun, Fikri optimistis dengan data neraca perdagangan yang positif sepanjang Juni 2020, dan penurunan suku bunga acuan BI (BI7DRR) bakal memberikan sentimen positif bagi mata uang garuda. "Harusnya, besok sentimen domestik cukup baik menopang apresiasi rupiah, apalagi jika sentimen negatif dari global bisa berkurang," ujar dia.

Dengan potensi menguat, Fikri memperkirakan rupiah akan bergerak pada rentang support Rp 14.560 per dolar AS. Adapun untuk level resistance diperkirakan berada di level Rp 14.660 per dolar AS.

Baca Juga: Loyo, rupiah kembali ditutup melemah 0,25% ke Rp 14.625 per dolar AS hari ini

Tidak menutup kemungkinan sentimen positif juga datang dari global, khususnya dari Presiden AS Donald Trump yang kerap mengeluarkan cuitan dan memberikan kejutan. Selain itu, Fikri menilai pernyataan dari Bank Sentral AS atau The Fed nanti malam juga berpotensi memberikan sentimen positif, meskipun tidak sebesar sentimen perang dagang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati