KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah ditutup menguat pada perdagangan Kamis (4/7). Mata uang garuda berpotensi kembali menguat seiring antisipasi data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang lebih lemah. Mengutip Bloomberg, Kamis (4/7), Rupiah spot menguat 0,24% ke level Rp 16.330 per dolar AS. Sementara itu, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup menguat 0,28% ke level Rp 16.341 per dolar AS. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mencermati, rupiah menguat terhadap dolar akibat data sektor jasa Amerika Serikat bulan Juni 2024 bergerak turun hingga ke level kontraksi.
“Data jasa AS ini menandakan bahwa sektor jasa di Amerika mengalami perlambatan, dan mendorong peningkatan probabilitas penurunan suku bunga di bulan September mendatang,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (4/7). Josua menambahkan, sentimen
risk-on berlanjut di pasar sesi Asia. Alhasil, faktor-faktor tersebut mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah menguat 0,24% ke level Rp 16.330 per dolar AS. Menurut Josua, Rupiah berpotensi melanjutkan penguatannya pada perdagangan besok, Jumat (5/7). Proyeksi ini sejalan dengan antisipasi investor menjelang rilis data Non Farm Payroll (NFP) dan pengangguran AS di akhir pekan.
Baca Juga: Ditutup Menguat 0,34%, Besok IHSG Rawan Profit Taking Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi menjelaskan, data ketenagakerjaan ADP AS yang lebih lemah dari perkiraan dan indeks manajer pembelian yang lemah pada aktivitas non-manufaktur, meningkatkan spekulasi terhadap melemahnya perekonomian AS. Data tersebut dimaknai para pedagang akan mendorong The Fed untuk memotong suku bunga lebih cepat. “Data tenaga kerja AS yang lemah juga mendorong spekulasi lemahnya data
nonfarm payrolls pada hari Jumat besok. Para pedagang meningkatkan taruhan bahwa The Fed akan melakukan pemotongan sebesar 25 bps pada bulan September,” ungkap Ibrahim dalam riset, Kamis (4/7). Ibrahim bilang, alat CME Fedwatch sekarang menunjukkan para pedagang memperkirakan peluang penurunan suku bunga pada bulan September hampir 66%, naik dari 59% yang terlihat sehari lalu. Namun, risalah pertemuan The Fed pada bulan Juni menunjukkan bahwa para pengambil kebijakan masih tidak yakin bahwa inflasi telah turun hingga batas dimana penurunan suku bunga dapat dilakukan. Beberapa pejabat masih melihat perlunya suku bunga yang lebih tinggi untuk menurunkan inflasi. Ketua The Fed Jerome Powell, juga memperingatkan, meskipun sudah ada beberapa kemajuan dalam memerangi inflasi, namun the Fed masih kurang percaya diri untuk mulai memangkas suku bunga. Dari Asia, lanjut Ibrahim, sentimen pendukung Rupiah berasal dari aksi pejabat Jepang menegaskan kembali komitmen mereka untuk mempertahankan Yen. Para pedagang tetap waspada terhadap potensi intervensi dalam beberapa hari mendatang.
Rupiah juga didukung pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2024. Meskipun diprediksi data tidak akan setinggi pada kuartal pertama 2024 yakni hanya akan tumbuh 4,9% hingga 5,1%, namun dalam kondisi saat ini yang serba tak menentu akibat tensi politik memanas, angka tersebut sudah cukup bagus. Ibrahim menuturkan, harapan utama yang bisa pemerintah andalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi selanjutnya adalah dengan mengandalkan ekspor komoditas. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Indonesia seperti China. Ibrahim memproyeksi, mata uang rupiah diperkirakan menguat di rentang Rp 16.280 – Rp 16.400 per dolar AS di perdagangan Jumat (4/7). Sedangkan, Josua memperkirakan Rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp 16.300 – Rp 16.400 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih