Rupiah berpotensi melemah pada pekan ini, cermati sentimen pemicunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) berpotensi terkoreksi pada pekan ini, lantaran investor menanti sejumlah data global. 

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (29/1) rupiah berhasil ditutup menguat 0,34% ke level Rp 14.030 per dolar AS, sedangkan dalam sepekan menguat tipis 0,03% dari catatan pekan lalu yang berada di level Rp 14.035 per dolar AS (22/1). 

Sementara itu, rupiah di kurs tengah Bank Indonesia (Jisdor) melemah tipis 0,21% ke level Rp 14.084 per dollar AS dalam sepekan. 


Research and Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menilai, sepekan ke depan rupiah berpotensi bergerak di atas level Rp 14.100 per dollar AS. Dimana, sentimen eksternal bakal mendominasi pergerakan mata uang Garuda sepekan ke depan. 

"Pekan depan, market fokus pada data non farm payroll (NFP) Amerika Serikat (AS) yang di Desember 2020 sempat catatkan penurunan. Kalau Januari bisa di tumbuh 55.000 maka akan jadi sentimen positif untuk indeks dollar AS dan kemungkinan akan menekan rupiah," kata Nanang kepada Kontan.co.id, Minggu (31/1).

Baca Juga: Menguat 0,04% dalam sepekan, ini proyeksi rupiah di pekan depan

Selain itu, ada data manufaktur AS yang rencananya bakal dirilis pekan depan, disusul rapat Bank Sentral Australia terkait kebijakan suku bunganya, begitu juga dengan Bank Sentral Inggris (BoE) yang kabarnya berencana untuk mengeluarkan stimulus. 

"Potensi penguatan dolar AS pekan depan bisa berimbas pada pelemahan rupiah dengan kisaran resistance di Rp 14.080 per dollar AS hingga Rp 14.100 per dolar AS. Perlu diwaspadai juga potensi pelemahan lebih lanjut hingga Rp 14.040 per dolar AS," tambahnya.

Adapun untuk level support rupiah di pekan depan, diprediksi berada di kisaran Rp 14.020 per dollar AS hingga Rp 13.989 per dollar AS. 

Nanang juga menambahkan, meskipun mengalami volatilitas rupiah sepekan lalu masih bergerak dalam rentang stabil. Dimana, beberapa sentimen penyebab volatilitas berasal dari penambahan kasus positif Covid-19 yang tembus satu juta. 

Ditambah lagi, kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) diperpanjang ke 8 Februari 2021, sehingga menimbulkan kekhawatiran di pasar domestik.

Sementara itu, sentimen eksternal terkait rumor berkurangnya program quantitative easing (QE) dimana belanja obligasi AS sudah tidak semarak sebelumnya, turut menjadi sentimen penggerak rupiah pekan lalu. Ditambah lagi, kejatuhan pasar saham AS pekan lalu sukses mendongkrak permintaan dollar AS dan membuat indeks kembali menguat. 

Di samping itu, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan terbarunya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021, dari sebelumnya tumbuh 5,5% menjadi hanya 4,8%. Sedangkan Bank Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini di level 4,4%.

Selanjutnya: Kurs Rupiah Mulai Kembali Bertenaga Melawan Dollar AS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi