KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) makin menekan kurs rupiah. Rupiah melemah dalam beberapa hari terakhir kendati pada perdagangan hari ini, Jumat (25/9) berhasil ditutup menguat. Mata uang Garuda ini ditutup menguat 0,12% ke level Rp 14.873 per dolar AS di pasar spot. Penguatan ini memutus rantai pelemahan rupiah yang sudah terjadi selama tiga hari berturut-turut. Meski demikian, disinyalir fundamental rupiah saat ini masih cukup mengkhawatirkan dan tertekan. Dalam sepekan, kurs rupiah spot masih melemah 0,94%. Kurs referensi Jisdor di Bank Indonesia (BI) menunjukkan posisi rupiah pada Rp 14.951 per dolar AS, melemah tipis 0,001% dalam sehari. Dalam sepekan, kurs Jisdor melemah 1,24%.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal menyebut saat ini dolar AS secara fundamental masih kuat dan jadi primadona investor. Hal ini dipicu oleh optimisme pelaku pasar mengenai kondisi ekonomi di AS. Di satu sisi, ketidakpastian akan kelanjutan stimulus di AS dan pernyataan gubernur Federal Reserve yang cenderung
hawkish semakin menguatkan posisi dolar AS. Baca Juga:
Bangkit, rupiah ditutup menguat 0,11% ke Rp 14.873 per dolar AS pada hari ini (24/9) “Belum lagi lonjakan kasus positif virus corona masih terus terjadi baik secara global maupun di dalam negeri. Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diperpanjang turut memperparah kondisi rupiah belakangan ini,” kata Faisyal kepada Kontan.co.id, Jumat (25/9). Secara umum, Faisyal mengamati sikap pasar saat ini mempunyai kemiripan dengan kondisi ketika virus corona sedang parah-parahnya pada kuartal II-2020. Menurut dia, pelaku pasar tengah memburu dan memegang
safe haven yang bersifat likuid, yakni dolar AS. Inilah yang pada akhirnya menguatkan kurs dolar AS dan secara bersamaan harga emas terus turun. Dengan kondisi tersebut, Faisyal menilai peluang rupiah untuk menembus Rp 15.000 per dolar AS terbuka cukup lebar. Pasalnya, sentimen positif yang mungkin mengangkat kinerja rupiah dalam waktu dekat masih minim. “Tren negatif ini kemungkinan akan berlanjut seiring politik di AS yang semakin tidak jelas jelang pemilu. Kekhawatiran terhadap kondisi Indonesia mungkin berlanjut seiring minggu depan akan ada rilis data inflasi yang diperkirakan Indonesia justru mengalami deflasi,” tambah Faisyal. Baca Juga:
IHSG menguat 2,13% pada Jumat (25/9) tapi masih turun 2,24% dalam sepekan Jika level Rp 15.000 sampai tertembus, Faisyal menyebut level
resistance berikutnya yang akan diuji rupiah adalah level Rp 15.200 per dolar AS. Namun, Faisyal optimistis BI akan segera mengambil langkah intervensi ketika rupiah menembus level psikologis Rp 15.000 per dolar AS.
Secara umum, Faisyal menyebut kondisi rupiah yang kurang baik pada akhirnya membuat mata uang Garuda ini juga relatif tertekan ketika dipasangkan dengan mata uang lain. Seperti dengan dolar Singapura, euro, maupun poundsterling. Pasalnya, dari segi ekonomi dan penanganan covid-19 Indonesia relatif kurang baik. Dengan kondisi saat ini, Faisyal menyarankan para pemegang dolar AS untuk tetap menahannya. Aksi jual baru optimal ketika rupiah mendekati atau level Rp 15.000 per dolar AS. “Jangan terlalu berharap lebih tinggi dari Rp 15.000 karena ada potensi intervensi dari BI. Sementara untuk yang mau beli dolar AS, sebaiknya tunggu ketika harganya sudah kembali berada di level Rp 14.600 per dolar AS-Rp 14.700 per dolar AS,” pungkas Faisyal. Baca Juga:
Harga minyak menuju pelemahan bulanan pertama untuk Brent walau menguat pada hari ini Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .