KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama sepekan terakhir, kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) melemah sebesar 0,93%. Pada penutupan pasar spot Jumat (18/1) lalu, rupiah berada di Rp 14.178 per dollar AS. Dibandingkan dengan hari sebelumnya, posisi rupiah menguat 0,09%. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan, penguatan tipis rupiah yang terjadi pada Jumat disebabkan oleh faktor teknikal. Capital inflow atau aliran modal yang masuk ke pasar domestik masih kuat sejak awal tahun 2019. Bank Indonesia (BI) mencatat, aliran modal asing yang masuk ke Indonesia sampai 17 Januari 2019, mencapai Rp 14,75 triliun. Aset paling besar yang disasar oleh investor adalah Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai nilai Rp 11,48 triliun. Sisanya, mengalir ke pasar saham sebesar Rp 3,21 triliun. “Negosiasi dagang AS dengan China masih alot dan Inggris masih punya persoalan seputar Brexit,” kata David. Investor cenderung menyasar atau mengalihkan aset-asetnya ke kawasan emerging market yang dinilai memiliki return lebih baik, salah satunya adalah Indonesia. Selain hal itu, BI juga dinilai sigap menanggapi kondisi perlambatan ekonomi global dengan menahan suku bunga 6%. Ïni merupakan bentuk kewaspadaan BI karena dampak ketidakpastian ekonomi global sampai dalam jangka waktu menengah,” imbuh David. Selain itu, David melihat permintaan atau impor minyak juga relatif kencang seiring berjalannya proyek infrastruktur pemerintah. “Karena adanya real demand, dana asing masuk dan membantu menguatkan rupiah,” kata David. Senada dengan David, Analis Senior Bank Mandiri, Reny Eka Putri menjelaskan, capital inflow merupakan sentimen positif yang menguatkan rupiah pada perdagangan Jumat (18/1) lalu. Namun, Reny mengingatkan bahwa defisit neraca perdagangan yang mencapai US$ 8,57 miliar atau setara Rp 128,5 triliun akan menjadi tantangan ekonomi Indonesia. “Dari segi eksternal, penting untuk memperhatikan pernyataan dari bank sentral AS dan Eropa di minggu depan karena pasti akan mempengaruhi market secara signifikan,” jelasnya. Sebagai informasi, dalam pertemuan AS dengan China yang berlangsung pada Jumat (18/1) lalu, China memutuskan untuk meningkatkan impor dari AS. Melalui peningkatan impor tahunan sebesar US$ 1 triliun ini, China berharap dapat menekan surplus perdagangan yang mencapai US$ 323 miliar, hingga tahun 2024. Melihat hal ini, Reny memproyeksi rupiah memiliki kesempatan untuk menguat pada pekan depan. Di hari Senin (21/1) mendatang, rupiah diperkirakan bergerak di area Rp 14.100-Rp 14.198 per dollar AS. Sementara pada pekan keseluruhan, rupiah diperkirakan bergerak di area Rp 14.087-Rp 14.245 per dollar AS. David memproyeksikan rupiah berpotensi menguat dan bergerak di kisaran Rp 14.150-14.220 per dollar AS pada perdagangan esok.
Rupiah berpotensi menguat pada awal pekan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama sepekan terakhir, kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) melemah sebesar 0,93%. Pada penutupan pasar spot Jumat (18/1) lalu, rupiah berada di Rp 14.178 per dollar AS. Dibandingkan dengan hari sebelumnya, posisi rupiah menguat 0,09%. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan, penguatan tipis rupiah yang terjadi pada Jumat disebabkan oleh faktor teknikal. Capital inflow atau aliran modal yang masuk ke pasar domestik masih kuat sejak awal tahun 2019. Bank Indonesia (BI) mencatat, aliran modal asing yang masuk ke Indonesia sampai 17 Januari 2019, mencapai Rp 14,75 triliun. Aset paling besar yang disasar oleh investor adalah Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai nilai Rp 11,48 triliun. Sisanya, mengalir ke pasar saham sebesar Rp 3,21 triliun. “Negosiasi dagang AS dengan China masih alot dan Inggris masih punya persoalan seputar Brexit,” kata David. Investor cenderung menyasar atau mengalihkan aset-asetnya ke kawasan emerging market yang dinilai memiliki return lebih baik, salah satunya adalah Indonesia. Selain hal itu, BI juga dinilai sigap menanggapi kondisi perlambatan ekonomi global dengan menahan suku bunga 6%. Ïni merupakan bentuk kewaspadaan BI karena dampak ketidakpastian ekonomi global sampai dalam jangka waktu menengah,” imbuh David. Selain itu, David melihat permintaan atau impor minyak juga relatif kencang seiring berjalannya proyek infrastruktur pemerintah. “Karena adanya real demand, dana asing masuk dan membantu menguatkan rupiah,” kata David. Senada dengan David, Analis Senior Bank Mandiri, Reny Eka Putri menjelaskan, capital inflow merupakan sentimen positif yang menguatkan rupiah pada perdagangan Jumat (18/1) lalu. Namun, Reny mengingatkan bahwa defisit neraca perdagangan yang mencapai US$ 8,57 miliar atau setara Rp 128,5 triliun akan menjadi tantangan ekonomi Indonesia. “Dari segi eksternal, penting untuk memperhatikan pernyataan dari bank sentral AS dan Eropa di minggu depan karena pasti akan mempengaruhi market secara signifikan,” jelasnya. Sebagai informasi, dalam pertemuan AS dengan China yang berlangsung pada Jumat (18/1) lalu, China memutuskan untuk meningkatkan impor dari AS. Melalui peningkatan impor tahunan sebesar US$ 1 triliun ini, China berharap dapat menekan surplus perdagangan yang mencapai US$ 323 miliar, hingga tahun 2024. Melihat hal ini, Reny memproyeksi rupiah memiliki kesempatan untuk menguat pada pekan depan. Di hari Senin (21/1) mendatang, rupiah diperkirakan bergerak di area Rp 14.100-Rp 14.198 per dollar AS. Sementara pada pekan keseluruhan, rupiah diperkirakan bergerak di area Rp 14.087-Rp 14.245 per dollar AS. David memproyeksikan rupiah berpotensi menguat dan bergerak di kisaran Rp 14.150-14.220 per dollar AS pada perdagangan esok.