Rupiah berpotensi menguat pekan depan jika isu perang dagang AS mereda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah rupanya belum usai pasca pengumuman kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat oleh The Federal Reserves kemarin. Sentimen negatif kembali berhembus dar Negeri Paman Sam dan kembali menekan rupiah akhir pekan ini.

Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump mengambil langkah untuk menetapkan tarif impor bagi barang-barang asal negeri China dengan nilai mencapai US$ 60 miliar. Serangan balik dilakukan China dengan mengenakan tarif produk impor dari AS mulai dari baja hingga daging babi yang nilai perdagangannya sampai US$ 3 miliar.

Kekhawatiran terhadap adanya perang dagang kembali mencuat di tengah para pelaku pasar.


Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai dampak terhadap pasar Indonesia memang tak datang langsung dari AS, tetapi dari China.

Pasalnya, porsi ekspor Indonesia saat ini masih didominasi oleh China. Jika perang dagang ini mengganggu dan memperlambat perekonomian China, maka rupiah pun akan semakin tertekan.

"Kebijakan tarif impor antara kedua negara ini memang masih dalam negosiasi. Kita baru bisa benar-benar memperhitungkan dampak ke Indonesia setelah ada daftar barang yang kena tarif secara rinci," ujar Lana, (23/3).

Mengutip Bloomberg, Jumat (23/3), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,2% ke level Rp 13.782 per dollar AS. Dalam sepekan, mata uang Garuda telah terdepresiasi sebesar 0,23%.

Tak cuma rupiah, isu perang dagang AS-China ini juga menghantam mata uang Won Korea. Sebagai salah satu negara dengan ekspor paling besar ke China, sepanjang pekan ini mata uang Korsel terdepresiasi hingga 1,52%.

Dari dalam negeri, belum ada rilis data ekonomi terbaru yang akan menopang pergerakan rupiah pekan depan. Justru, sentimen negatif datang dari ekspektasi pasar yang memudar terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. "Kalau benar ekonomi tumbuh lebih kecil dari tahun lalu, pasar akan semakin ragu target PDB 5,3% akan tercapai," ujar Lana.

Sebab artinya, dibutuhkan prestasi perekonomian yang sangat signifikan untuk bisa mendongrak pertumbuhan ke level yang diharapkan di akhir tahun nanti.

Pekan depan, Lana melihat rupiah masih akan dibayangi isu kebijakan tarif impor antara AS dan China. Menurutnya, jika isu cenderung mereda, rupiah berkesempatan menguat meski tak begitu signifikan. Selain itu, "kondisi pasar yang tenang juga bisa menjadi momentum yang tepat untu Bank Indonesia kembali melakukan intervensi," katanya.

Lana memproyeksi rupiah menguat tipis dan bergerak dalam rentang yang cukup sempit yaitu antara Rp 13.730-Rp 13.750 per dollar AS sepanjang pekan depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi