Rupiah Berpotensi Menguat, Persoalan Batas Utang dan Inflasi AS Jadi Perhatian



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah berpotensi dibuka fluktuatif namun ditutup menguat pada Kamis (11/5). Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi, rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.700-Rp 14.770 per dolar Amerika Serikat (AS), dari penutupan sebelumnya di Rp 14.732.

Menurutnya, masalah plafon utang AS tetap menjadi perhatian pelaku pasar. Presiden AS Joe Biden dan anggota parlemen terkemuka gagal memecahkan kebuntuan terkait batas utang pada pertemuan Selasa (9/5).

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Kevin McCarthy yang berasal dari partai oposisi pemerintah enggan menaikkan plafon utang yang kini sebesar US$ 31,4 triliun.


Parlemen hanya mau menaikkannya apabila pemerintah AS melakukan sedikit penghematan anggaran.

Baca Juga: Pergerakan Rupiah Masih Terimbas dari Rilis Inflasi AS

Persoalan ini menjadi perhatian karena AS berpotensi kehabisan uang untuk membayar utang pada 1 Juni 2023.

“Hanya beberapa minggu lagi sebelum AS dapat dipaksa ke dalam default yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Ibrahim, Rabu (10/5).

Kondisi tersebut dapat menciptakan ketidakpastian yang memicu volatilitas mata uang, pasar keuangan, dan pasar komoditas yang dihargai dengan dolar AS.

Meskipun begitu, pemerintah dan DPR AS setuju untuk pembicaraan lebih lanjut. Biden, McCarthy, dan tiga pemimpin kongres lainnya akan bertemu lagi pada hari Jumat pekan ini.

Selanjutnya, rilis data terbaru menunjukkan inflasi AS pada April 2023 sebesar 4,9% year on year (yoy), di bawah ekspektasi.  Sebelumnya, konsensus para ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan, inflasi pada April 2023 adalah sebesar 5% yoy atau sama seperti bulan sebelumnya.

“Pasar uang memperkirakan peluang sekitar 80% bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan bulan Juni dan memperkirakan penurunan suku bunga akan dimulai pada bulan Juli hingga akhir tahun,” tutur Ibrahim.

Dari internal, pasar merespons positif prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2023 yang sebesar 5,07% yoy, lebih tinggi dibandingkan triwulan pertama 2023 sebesar 5,03% yoy.

Baca Juga: Hari Ini Menguat Tipis, Intip Prediksi Rupiah Pada Kamis (11/5)

Meskipun begitu, Ibrahim melihat ada sejumlah tantangan yang menghantui perekonomian Indonesia, salah satunya adalah tekanan perlambatan ekonomi global.

Pelemahan ekonomi global telah menekan kinerja beberapa industri berorientasi ekspor, seperti industri garmen, kayu lapis, dan furnitur. Volume ekspornya masing-masing terkontraksi 22,7% yoy, 37,5% yoy, dan 37,1% yoy pada Maret 2023.

Per 8 Mei 2023, beberapa harga komoditas penting bagi Indonesia juga mencatatkan koreksi harga. Batubara (Newcastle) mencapai US$ 169,7 per ton atau merosot 58% year to date (ytd), lalu CPO (FOB Malaysia) mencapai US$ 920,4 per ton atau terkoreksi 2,8% ytd, dan harga nikel turun 18,4% ytd ke level US$ 24.531,0 per ton.

Kendati demikian, koreksi harga komoditas terakhir ini adalah proses normalisasi setelah mengalami lonjakan selama tahun 2021-2022. Harga-harga tersebut juga masih lebih tinggi dibandingkan harga sebelum pandemi Covid-19. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi