KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah diprediksi masih berpotensi tertekan untuk jangka pendek. Research & Development Trijaya Pratama Futures, Alwi Assegaf Alwi Assegaf menyebutkan, pada Oktober ini memang rupiah cenderung mengalami tekanan, akibat
rebound dolar Amerika Serikat (AS). Meski begitu, pelemahannya cenderung terbatas, mengingat prospek dolar AS yang berpotensi melemah dengan adanya pemangkasan suku bunga lanjutan.
"Untuk jangka pendek, resistance kemungkinan ada di kisaran Rp 15.800 per dolar AS," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/10).
Baca Juga: Rupiah Spot Melemah Terhadap Dolar AS Pada Senin (14/10) Pagi Namun, apabila arah suku bunga semakin jelas maka rupiah diperkirakan bakal kembali ke Rp 15.350 - Rp 15.500 per dolar AS pada akhir 2024. Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalia Situmorang berpandangan, perkiraan akan pemangkasan suku bunga the Fed sebesar 50 basis poin (bps) pada FOMC November 2024 masih samar. Sebab, indeks dolar masih cukup kuat di kisaran 101 - 102. "Juga, peningkatan tensi antara Israel-Iran dan stimulus jumbo lanjutan dari pemerintah China yang bisa mendorong kembali
outflow dari domestik ke China," sebutnya. Namun, rupiah diperkirakan berpotensi untuk kembali menguat. Hanya saja dengan catatan bahwa the Fed memangkas suku bunga sebanyak dua kali dengan besaran masing-masing 25bps dan tensi di Timur Tengah tidak meningkat. Jika demikian, maka rupiah pada akhir tahun 2024 diproyeksikan berada di kisaran Rp 15.200 - Rp 15.500. Asal tahu saja, pada Sabtu (12/10), pemerintah China mulai meluncurkan paket stimulus fiskal untuk menghidupkan kembali ekonomi yang sedang lesu. Langkah yang diumumkan China, antara lain membuat progam pertukaran utang skala besar dengan kuota obligasi berkelanjutan untuk menyelesaikan utang.
Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Menguat Besok (14/10), Didukung Stimulus China Lalu, China akan menggunakan obligasi pemerintah daerah untuk mendukung pasar properti dan rekapitalisasi bank besar milik negara. Kemudian, pemerintah daerah juga diizinkan menggunakan obligasi khusus untuk membeli tanah yang tidak digunakan.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyebutkan kebijakan stimulus itu mendorong naik sebagian mata uang Asia pada Jumat (11/10), sejalan dengan data Jobless Claims yang meningkat secara signifikan. Sentimen ini cenderung mendominasi pasar, dan melampaui sentimen terkait tren Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang masih kuat di bulan September 2024. "Rupiah pada pekan ini diperkirakan menguat akibat penguatan data PDB dan inflasi China. Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp 15.500 - Rp 15.625 per dolar AS," tutup Josua. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi