KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sentimen eksternal seperti kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed), Inflasi dan kebijakan bank Sentral Global yang mulai agresif masih akan menjadi faktor utana pergerakan rupiah pekan depan. Selain dari faktor eksternal, sentimen internal juga turut mempengaruhi pergerakan rupiah. Mengutip
Bloomberg, pada perdagangan hari Jumat (1/7) Rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 14.943 per dolar Amerika Serikat (AS) atau terkoreksi 0,27%. Adapun, dalam sepekan terakhir, pelemahan rupiah di pasar spot mencapai 0,63%.
Hal yang serupa juga dialami rupiah di kurs referensi Jisdor Bank Indonesia (BI). Mata uang Garuda ini ditutup terkoreksi 0,50% ke Rp 14.956 per dolar AS. Dengan demikian, dalam sepekan rupiah sudah melemah 0,74%.
Baca Juga: Dolar AS Masih Jadi Primadona, Rupiah Terperosok ke Rp 14.903 Per Dolar AS Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan pergerakan rupiah pada Senin (4/7) fokus utama masih seputar inflasi dan kebijakan bank Sentral Global yang mulai agresif untuk menekan inflasi dengan kenaikan suku bunga. "Bulan Juli akan banyak agenda dari bank Sentral yang akan memutuskan kebijakan mereka di tengah suhu politik dan inflasi yang panas. Kendala pasokan dan energi masih menjadi pendorong utama inflasi," ucap Sutopo kepada Kontan.co.id, Jumat (1/7). Sutopo mengatakan potensi pelemahan rupiah masih mungkin terjadi mendekati ambang batas psikologi Rp 15.000. Namun perlu dicermati, bahwa hampir semua mata uang berada di dekat dukungan dan tahanan tahunan, sehingga sewaktu-waktu aksi pengambilan untung bisa terjadi. "USD dan franc menjadi mata uang lindung nilai di tengah kondisi ekonomi dunia yang tidak pasti. Perang Rusia- Ukraina, penguncian Tiongkok, penghentian pasokan gas Rusia untuk sebagian negara Eropa masih akan menjadi tajuk utama bulan Juli," ucap Sutopo.
Menurut Sutopo, pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh sentimen mendasar dari keraguan pasar akan upaya Bank Sentral untuk mengendalikan inflasi.
Baca Juga: Inflasi Melesat, Rupiah Spot Anjlok ke Rp 14.943 Per Dolar AS "Bank Sentral terlihat memainkan pedal gas dan rem, di satu sisi berusaha memerangi inflasi, di sisi lain berharap resesi tidak terjadi," ucap Sutopo. Sementara Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan pada perdagangan Senin. Kebijakan The Fed yang semakin
hawkish diperkirakan akan berlanjut merespons tingginya inflasi AS di tengah bayangan resesi ekonomi AS.
Editor: Noverius Laoli