JAKARTA. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) membuat bisnis PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) kurang berkotek. Risiko kurs membayangi emiten produsen pakan ternak ini sampai akhir 2015. Di semester I 2015, JPFA merugi Rp 272,13 miliar. Padahal, di semester I 2014 perusahaan mencetak laba bersih Rp 325,99 miliar. Menurut Andre Varian, Analis Ciptadana Securities, pemicu rugi bersih itu antara lain, biaya bunga Rp 337 miliar dan rugi kurs Rp 267 miliar. Michael Ramba, Analis Buana Capital, sepakat, beban bunga menghancurkan kinerja perseroan. Maklum JPFA mempunyai obligasi global US$ 225 juta. Namun, kuartal ke kuartal kerugian berkurang. Kerugian kuartal II 2015 Rp 55 miliar, turun dari kuartal I 2015, yaitu Rp 222 miliar. “Ini berkat tingginya permintaan bulan Ramadan,” ujar Michael. Menurut Renaldy Effendy, Analis KDB Daewoo Securities, tanpa rugi kurs, JPFA mencetak laba bersih di kuartal II 2015.
JPFA menahan rencana ekspansi tahun ini sampai ada perbaikan permintaan day old chick (DOC) dan daya beli. Belanja modal JPFA tahun ini sekitar Rp 68 miliar, dipangkas sekitar 50% dibandingkan 2014. Depresiasi kurs rupiah mempunyai dua efek. Pertama, tingginya biaya produksi pakan ternak dan ayam DOC, lantaran sebagian besar impor. Kedua, tingginya biaya bunga obligasi. Ancaman lain datang dari Kementerian Pertanian yang melarang impor jagung sejak 23 Juli 2015. Pengiriman 700.000 ton jagung impor ditunda sampai Oktober 2015. Ini bisa menyebabkan kenaikan harga jagung 10%-15%. Ujungnya, harga jagung untuk pakan dan ternak ayam naik. "Ini berdampak negatif terhadap penjualan pakan ternak JPFA," ujar Reynaldi.