Rupiah bikin laba KFC tak renyah



JAKARTA. PT Fast Food Indonesia Tbk terus berbenah diri untuk tetap menjaga pertumbuhan penjualan ayam goreng. Pemegang hak waralaba restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) tersebut akan merenovasi gerai dan menambah gerai baru di semester II-2015.

Fast Food berencana merenovasi 40 gerai di semester II-2015. Biaya untuk merenovasi satu gerai adalah Rp 600 juta - Rp 700 juta. Dus, total biaya untuk merenovasi 40 gerai adalah Rp 24 miliar - Rp 28 miliar.

Perusahaan itu berharap, renovasi gerai bisa menarik minat konsumen untuk berkunjung dan berbelanja. Sementara target jumlah gerai baru di semester II-2015 adalah 20 gerai. Biaya untuk membangun satu gerai baru adalah Rp 4 miliar. Jadi, total biaya untuk membangun 20 gerai adalah Rp 80 miliar.


Fast Food berencana menambah gerai baru di Jakarta, Kalimantan, dan Sulawesi. "Tahun ini, kami masih fokus membuka gerai reguler, ujar Justinus Dalimin Juwono, Direktur PT Fast Food Indonesia Tbk, kepada KONTAN, Minggu (2/8).

Jika semua target penambahan gerai terpenuhi, Fast Food akan memiliki 530 gerai di akhir tahun 2015. Sebab, hingga semester I-2015, perusahaan bekode FAST di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut sudah mengoperasikan 510 gerai. Mayoritas gerai Fast Food berupa KFC reguler. Lantas, dalam jumlah terbatas, ada gerai KFC Box yang berdiri di beberapa stasiun kereta api, seperti stasiun Kota dan Manggarai di Jakarta.

Sekadar tahu, Gerai KFC Box tersebut berukuran lebih kecil ketimbang gerai reguler. Berbekal strategi merenovasi dan menambah gerai, Fast Food berharap bisa mengerek pertumbuhan pendapatan 8% sepanjang tahun ini. Jika pendapatan tahun 2014 adalah Rp 4,21 triliun, berarti hitungan target pendapatan tahun ini adalah di kisaran Rp 4,55 triliun.

Selain bersandar pada strategi, Fast Food juga berpegang pada proyeksi siklus penjualan tahunan. Manajemen perusahaan tersebut mengaku, momen ramadan yang sebagian jatuh pada Juli 2015 cukup menguntungkan penjualan mereka. Selanjutnya, Fast Food memprediksi penjualan akan kembali melambat dari Agustus hingga Oktober 2015.

Lantas, menginjak bulan November dan Desember nanti, perusahaan tersebut optimistis penjualan kembali mendaki karena bertepatan dengan musim liburan akhir tahun. Laba tergerus Sayangnya, prediksi pertumbuhan pendapatan tak sejalan dengan target laba. Karena nilai tukar rupiah masih betah melemah, Fast Food mengaku biaya operasional mereka untuk belanja bahan baku impor semakin bengkak.

Apesnya, tak cuma bahan baku impor yang makin mahal. Manajemen Fast Food menyebut, kenaikan harga bahan baku juga terjadi pada bahan dari pasar lokal. Di sisi lain, Fast Food menyatakan belum bisa mengompensasi kenaikan biaya operasional itu dengan menaikkan harga jual. Alasan mereka, daya beli masyarakat saat ini sedang turun. "Kondisi ini akan membuat margin terus tergerus," terang Justinus tanpa menyebutkan proyeksi penurunan margin tahun ini.

Asal tahu saja, di semester I-2015, Fast Food mencatatkan penurunan laba periode berjalan 51,49% menjadi Rp 26,68 miliar. Laba periode berjalan di semester I-2014 adalah Rp 54,93 miliar. Itu terjadi karena beban pokok penjualan dan beban usaha kompak naik. Padahal pendapatan Fast Food masih tumbuh 4,5%. Pendapatan semester I-2015 yakni Rp 2,09 triliun ketimbang pendapatan semester I-2014 adalah Rp 2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie