Rupiah bisa bertahan dari efek pajak AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Disahkannya RUU Reformasi Pajak oleh Senat Amerika Serikat (AS) menyebabkan pelaku pasar khawatir akan keluarnya dana asing dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini bisa berujung pada instabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

RUU Reformasi Pajak yang dicanangkan Presiden AS Donald Trump dan Partai Republik dikhawatirkan membuat aliran modal dari negara berkembang kembali ke AS. Pasalnya, dalam RUU Reformasi Pajak tersebut Trump berniat memangkas tarif pajak korporasi dari 35% menjadi 15%, yang lebih rendah dari tarif pajak korporasi di Indonesia sebesar 25%. Hal ini membuat investor asing lebih tertarik untuk menanamkan modalnya ke AS dibanding ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Hal tersebut dikhawatirkan bisa turut berdampak pada stabilitas rupiah terhadap dollar AS. Meski begitu, Ekonom BCA David Sumual menilai, disahkannya kebijakan pajak ini hanya berdampak sementara pada rupiah. Sebab, pasar terlihat sudah mengantisipasi hal ini sejak lama.


"Sejak isu ini muncul, tren mata uang negara berkembang terhadap dollar AS relatif melemah. Tetapi kalau sudah benar-benar disahkan, mungkin akan ada reli sedikit karena sudah sesuai ekspektasi pasar dan ada potensi terjadi volatilitas pada rupiah," terang David kepada KONTAN, Senin (4/12).

Ia menambahkan, saat ini justru pasar menunggu bagaimana Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), akan bereaksi atas reformasi pajak ini.

Pemangkasan tarif pajak yang dilakukan bagi korporasi maupun individu bisa membuat ekonomi Negeri Paman Sam ini semakin terangsang. Hal ini bisa membuat angka inflasinya semakin meningkat yang membuat The Fed bisa mempercepat kenaikan suku bunga acuan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, sehingga bisa mengganggu stabilitas mata uang negara berkembang.

Namun, hal tersebut dipandang David tak akan membuat nilai tukar rupiah terganggu untuk jangka panjang.

Sebab, Bank Indonesia (BI) sudah punya perjanjian bilateral maupun multilateral terkait swap arrangement sebagai pertahanan lapis kedua (second line defense). "Lagipula, cadangan devisa juga sudah lebih dari cukup, keadaan fundamental ekonomi kita sudah baik, dan defisit APBN pemerintah juga sesuai dengan ekspektasi sehingga bisa membuat rupiah tetap stabil untuk jangka panjang," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini