Rupiah cenderung melemah di kuartal I 2017



JAKARTA. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS di akhir tahun cenderung tertekan. Mengutip Bloomberg, Jumat (30/12) posisi rupiah tergelincir tipis 0,01% di level Rp 13.473 per dollar AS. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah tercatat menguat 0,27% ke level Rp 13.436 per dollar AS. Namun jika dibanding akhir 2015, nilai tukar rupiah masih menguat 2,28% atau naik 2,60% di kurs tengah BI.

David Sumual, Ekonom Bank BCA menuturkan penguatan, rupiah sepanjang tahun 2016 lalu terjadi berkat dukungan fundamental dalam negeri yang positif. Mulai dari terjaganya surplus neraca perdagangan dan transaksi neraca berjalan yang terjaga di area 2% terhadap PDB, inflasi yang tetap dalam target kisaran 3% - 5% serta cadangan devisa yang terjaga di atas US$ 100 miliar.

Belum lagi adanya dukungan katalis positif dari serapan aktivitas tax amnesty turut menambah kekuatan rupiah dari internal. “Selain itu juga hingga pertengahan kuartal III-2016 tidak ada kenaikan suku bunga The Fed yang membuat keunggulan USD mengendur,” tutur David. Itu cukup membuat rupiah menjaga pergerakan di kisaran Rp 12.900 – Rp 13.200 per dollar AS.


Sentimen negatif yang memberatkan rupiah baru terjadi setelah Donald Trump memenangkan Pemilu Presiden AS. Optimisme pelaku pasar dalam memandang kebijakan Trump yang pro pada perkembangan aktivitas industri dan infrastruktur AS disinyalir sejalan dengan harapan pertumbuhan ekonomi yang dipatok The Fed. Hal ini pun sejalan dengan keputusan The Fed untuk kemudian menaikkan suku bunga pada Desember 2016 lalu sebesar 25 bps.

“Di saat yang bersamaan, dalam negeri diguncang oleh ketidakstabilan situasi geopolitik,” imbuh David. Arus dana asing yang keluar pun ikut membengkak, meninggalkan rupiah terpojok atas dominasi keperkasaan USD. 

Untuk kuartal I-2017 David menilai kans rupiah melemah masih terbuka hanya saja rentangnya tetap sempit. Pasalnya, pasar sedang menanti realisasi kebijakan Trump setelah nantinya dilantik pada bulan Januari 2017 ini.

“Jika nantinya realisasi kebijakan Trump memuaskan pasar bukan tidak mungkin USD semakin berjaya,” tutur David. Hal itu juga bisa mendorong The Fed menaikkan suku bunga setidaknya pada FOMC Januari atau Maret 2017 mendatang.

Sementara dari negara seperti Eropa dan China diduga belum akan pulih. Terutama Eropa karena akan berhadapan dengan beberapa pemilu yang akan berlangsung di Itali, Jerman, Perancis, dan Belanda.

Tentunya dengan gejolak ekonomi global, pelaku pasar akan cenderung memilih aset safe haven seperti USD dan memojokkan rupiah. “Namun akan lain cerita jika realisasi kebijakan Trump minim, di sana ada kans rupiah menguat apalagi jika kita berhasil mempertahankan performa ekonomi domestik yang memuaskan,” tambah David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini