Rupiah dalam tren melemah, IHSG belum terpengaruh



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah dalam tren melemah selama satu bulan terakhir. Rabu (4/10), rupiah ditutup di level Rp 13.477 per dollar Amerika Serikat (AS). Meski demikian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru terus menguat. Dua hari terakhir IHSG mampu menyentuh rekor tertinggi. Pada perdagagan Rabu (4/10) IHSG ditutup menguat 0,20% di level 5.951,47.

Analis menilai, pelaku pasar masih cukup santai menanggapi isu menguatnya dollar AS terhadap rupiah yang terjadi belakangan. Hal ini mengingat isu penguatan dollar AS merupakan fenomena global yang tak akan berlangsung lama.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan, beberapa kebijakan yang muncul di AS belakangan menjadi pemicu penguatan dollar AS. Kebijakan reformasi pajak AS sebagai contoh. “Ketika pajak diturunkan, perusahaan yang simpan aset di luar AS akan kembali memindahkan bisnisnya ke AS. Ini membuat potensi capital outflow di beberapa negara," kata Hans.


Berhubung capital outflow terjadi di banyak negara, Hans melihat pelaku pasar tak terlalu khawatir. Ia pun memprediksikan rupiah ke depannya berpotensi untuk kembali menguat.

Sementara itu, Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang menuturkan, pelaku pasar patut mencermati seberapa lama dan seberapa besar penguatan dollar AS. “Perlu diperhatikan seberapa lama dollar AS menguat. Jika temporary dan belum menyentuh Rp 13.600, masih belum berdampak. Dollar AS sekarang berada di kisaran Rp 13.500 itu masih dalam range kita, jadi masih kecil pengaruhnya,” jelas Edwin.

Jika dollar AS terus menguat, Edwin memprediksikan adanya beberapa emiten yang akan ketiban untung. Mereka adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Timah Tbk (TINS), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Tak lupa pula Edwin menyebut saham PT Sri Rejeki Isman TBk (SRIL) dalam sektor industri dasar.

Di sisi lain, Hans menilai akan lebih banyak emiten yang terdampak negatif atas penguatan dollar AS dan pelemahan rupiah. “Saat ini Indonesia polanya masih importir, jadi masih banyak yang dirugikan dibandingkan yang diuntungkan dnegan pelemahan nilai tukar rupiah” tutur Hans. Adapun emiten yang akan terimbas negatif menurut Hans adalah yang bergerak dalam bisnis farmasi, properti, serta otomotif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati