Rupiah dan tekanan suku bunga acuan



JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan menekan rupiah pekan ini. Di pasar spot Jumat (21/10), valuasi rupiah terhadap dollar AS melemah 0,26% ke 13.042 dibanding hari sebelumnya. Sementara dalam sepekan, rupiah terkikis 0,06%.

Mengacu kurs tengah BI, rupiah terkoreksi 0,16% dalam sehari, tapi masih mendulang penguatan 0,20% selama satu pekan.

Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, mengatakan, spekulasi kenaikan suku bunga bank sentral AS, The Fed yang kian memanas masih membebani nilai tukar rupiah.


Meski tidak didukung oleh sajian data ekonomi AS yang positif, probabilitas kenaikan suku bunga The Fed pada Desember 2016 dari data Fed Fund Futures masih tinggi, yakni 63%.

“Sebenarnya USD sedang mixed, di satu sisi unggul karena harapan pasar akan kenaikan suku bunga masih tinggi, tapi di sisi lain tertekan koreksi akibat data buruk,” kata Putu.

Setelah sajian data inflasi yang mengecewakan di awal pekan, klaim pengangguran mingguan AS pun membengkak dari 247.000 orang jadi 260.000 orang.

Menurut Josua Pardede, Ekonom Bank Permata, tekanan bagi rupiah baru terasa signifikan setelah suku bunga acuan BI 7-day repo rate kembali digunting, Kamis (20/10), jadi 4,75%. Sebab, pelaku pasar berharap suku bunga acuan tetap dipertahankan.

“Imbasnya untuk jangka pendek, pelaku pasar lebih memilih memindahkan dananya ke aset dengan suku bunga lebih menarik,” ujar dia.

Josua memproyeksikan, pekan depan rupiah masih akan bergerak dalam rentang sempit cenderung melemah. Penyebabnya, perhatian pasar yang tinggi terhadap data ekonomi AS dan pernyataan pejabat The Fed. Ia memperkirakan rupiah bergerak di kisaran 12.975–13.100. Putu menduga rupiah pekan depan di 12.940–13.120.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie