KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah melemah
0,05% ke posisi Rp 16.291 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini adalah posisi rupiah paling lemah sejak April 2020. Di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah juga melemah 0,03% ke level Rp 16.295 per dolar AS, pada Selasa (11/6). Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan, mata uang AS didukung imbal hasil Treasury yang lebih tinggi pasca data pekerjaan domestik menguat akhir pekan lalu. Data ketenagakerjaan AS yang kuat meredakan taruhan terhadap penurunan suku bunga The Fed.
Dia juga mengatakan bahwa para ekonom yang disurvei
Reuters memperkirakan inflasi harga konsumen AS akan turun menjadi 0,1% dari posisi 0,3% bulan lalu, dan tekanan harga inti tetap stabil di 0,3% bulan ini. “Jadi diperkirakan tidak ada perubahan kebijakan pada akhir pertemuan kebijakan dua hari The Fed yang berakhir pada hari Rabu, namun para pejabat akan memperbarui proyeksi ekonomi dan suku bunga mereka,” ujarnya dalam riset, Selasa (11/6).
Baca Juga: Angin Segar Susulan Menanti Saham FMCG Menjelang Idul Adha Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sentimen yang membuat rupiah kembali melemah karena penguatan dolar terhadap mata uang utama. Penguatan indeks dolar memicu penguatan dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah. Joshua menuturkan, sentimen lainnya datang dari pelemahan euro, yang notebene memiliki kontribusi bobot sekitar 57% dalam indeks dolar. Pelemahan euro disebabkan oleh ketidakpastian politik di Euro Zone terutama di Prancis, sehingga mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS. “Ditambah, ekspektasi dari pasar terkait arah suku bunga Fed saat ini hanya memperkirakan penurunan suku bunga Fed sebesar 25 bps pasca rilis data tenaga kerja AS pada Jumat (7/6),” kata Josua kepada Kontan.co.id, Selasa (11/6). Selain itu, permintaan dolar AS di dalam negeri terkait pembayaran dividen
juga cenderung membatasi ruang penguatan nilai tukar rupiah. Pelaku pasar juga cenderung wait and see menjelang rilis data inflasi AS dan rapat FOMC bulan Juni yang akan digelar minggu ini. Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Melemah 0,05% ke Rp 16.291 Per Dolar AS Pada Selasa (11/6) Menurut dia, pada pertemuan the Fed bulan ini, salah satu yang menjadi risiko utama adalah terkait sejauh mana para pejabat the Fed masih berhati-hati dalam memutuskan timing pemotongan suku bunga Fed. Apalagi, beberapa pejabat secara langsung menyatakan untuk lebih berhati-hati dalam menjaga tingkat inflasi, dan mendukung arah kebijakan
higher-for-longer. “Pernyataan dari pejabat the Fed tersebut dapat menjadi risiko bahwa the Fed mungkin lebih
hawkish dari perkiraan,” kata dia.
Josua memprediksi, dalam jangka pendek, rupiah akan berada di kisaran Rp 16.100 per dolar AS-Rp 16.350 per dolar AS akibat dinamika dari pergerakan ekspektasi pemotongan suku bunga global, terutama dari AS. “Namun, hingga akhir tahun, kami masih melihat Rupiah bergerak di kisaran Rp 15.900 per dolar AS-Rp 16.200 per dolar AS, yang didukung oleh potensi pemotongan suku bunga the Fed di akhir tahun 2024,” imbuhnya. Sementara untuk perdagangan Rabu (12/6), Josua memproyeksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.250 per dolar AS-Rp 15.350 per dolar AS. Sedangkan Ibrahim, memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi ditutup melemah dalam rentang Rp 16.280 per dolar AS hingga Rp 16.350 per dolar AS pada Rabu (12/6). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati