Rupiah Dinilai Siap Hadapi Tren Kenaikan Suku Bunga Global, Ini Penyebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah sentimen kenaikan suku bunga AS, rupiah dalam 5 hari tercatat berkinerja cukup solid dibanding mata uang kawasan. Walaupun mengalami koreksi, pelemahan rupiah jauh lebih terbatas dibanding mata uang lainnya.

Pada periode tersebut, rupiah tercatat hanya melemah 0,371% di hadapan The Greenback. Sementara mata uang lain seperti dolar Singapura, baht Thailand, dan ringgit Malaysia harus melemah masing-masing 0,439%; 0,576%; dan 0,666%. Bahkan, pelemahan yuan terhadap dolar AS mencapai 1,738%. 

Analis Monex Investindo Futures Faisyal menjelaskan, yang menjaga pergerakan rupiah tersebut adalah solidnya data domestik. Mulai dari pertumbuhan ekonomi yang stabil di 5% atau lebih tinggi dari estimasi pasar, hingga data inflasi yang stabil sehingga membuat Bank Indonesia bisa mempertahankan kebijakan moneternya.


Selain itu, sentimen lainnya adalah belum adanya lonjakan kasus Covid-19 sejauh ini walaupun Indonesia baru saja merayakan lebaran dan mudik secara besar-besaran. Menurutnya, kondisi sosial dan ekonomi yang stabil ini menjadi bemper agar pelemahan rupiah tidak terlalu dalam.

Baca Juga: Fundamental Baik, Rupiah Berkinerja Lebih Baik Dibandingkan Mata Uang Asia

“Ini jadi modal baik untuk rupiah. Apalagi, dolar AS berpotensi melemah seiring dengan rilis data inflasi konsumen yang diproyeksikan lebih rendah dari periode sebelumnya. Hal ini berpotensi membuat sikap hawkish the Fed tidak akan lagi terlalu agresif,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (10/5).

Dengan berbagai kondisi tersebut, Faisyal menilai Bank Indonesia semestinya tidak perlu tergesa-gesa untuk menaikkan suku bunga acuan. Terlebih, efeknya hanya akan terasa jangka pendek untuk rupiah.

Dengan perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya pulih, alhasil kenaikan suku bunga secara jangka panjang justru bisa menghambat proses tersebut. 

Apalagi, inflasi Indonesia sejauh ini juga masih terjaga dan belum setinggi beberapa negara lainnya. Selama kondisi tersebut masih berlanjut, kebijakan moneter yang masih longgar seperti saat ini justru bisa menjadi katalis positif untuk ekonomi Indonesia dan nilai tukar rupiah.

Baca Juga: Tekanan Eksternal Berpotensi Memicu Pelemahan Rupiah Kembali pada Rabu (11/5)

Ke depan, selain perkembangan suku bunga dan inflasi, Faisyal melihat sentimen eksternal akan punya peranan penting untuk nilai tukar rupiah. Perkembangan kasus Covid-19 di China yang kembali memburuk, rencana sanksi ekonomi Eropa ke Rusia yang lebih berat, hingga masalah Brexit terkait protokol Irlandia Utara.

“Dengan kondisi ini sepanjang semester I-2022, nilai tukar rupiah berpotensi berada di kisaran Rp 14.300 - Rp 14.600 per dolar AS. Sedangkan untuk akhir tahun, dengan kondisi yang lebih kondusif dan membaiknya ekonomi global, rupiah bisa ke kisaran Rp 14.000 - Rp 14.300 per dolar AS,” tutup Faisyal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi