KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah diperkirakan melanjutkan pelemahan di perdagangan hari ini, Jumat (20/10). Narasi yang disampaikan oleh Gubernur The Fed, Jerome Powell, akan menyetir arah rupiah. Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, fokus pasar saat ini tertuju pada pidato Gubernur The Fed Powell di Economic Club of New York pada Kamis (19/10) malam waktu Indonesia. Powell diperkirakan akan mengulangi pendiriannya mengenai suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, mengingat kenaikan inflasi baru-baru “Dolar memang terus mendapat dukungan dari lonjakan imbal hasil Treasury AS yang mengalami kenaikan. Hal itu karena pasar bertaruh bahwa Ketua Federal Reserve, Jerome Powell akan memberikan nada
hawkish pada pidatonya,” ungkap Ibrahim, Kamis (19/10).
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor di Rp 15.838 Per Dolar AS Hari Ini, Paling Lemah Sejak April 2020 Powell dalam pidatonya malam tadi menyatakan bahwa bank sentral AS tetap tegas dalam komitmennya untuk mengejar penurunan target inflasi di level 2%. Namun, Powell mengungkapkan bakal lebih hati-hati dalam setiap kebijakan tambahan dan seberapa lama kebijakan akan tetap bersifat restriktif. Pengamat Mata Uang Lukman Leong turut mencermati, nasib rupiah di akhir pekan ini akan sangat bergantung pada pidato Powell Kamis (19/10) malam. Jika nada hawkish sesuai perkiraan, maka akan membuat rupiah kembali melemah. Sementara itu, keputusan tak terduga Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga dinilai hanya sedikit menahan pelemahan rupiah. Seperti diketahuiu, BI menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps ke level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Oktober 2023, Kamis (19/10). “Saya kira Bank Indonesia hanya bisa menjaga agar rupiah tidak bergejolak maupun melemah tajam, depresiasi rupih sangat sulit dihindari,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, kemarin (19/10). Menurut Lukman, dengan perkembangan pasar belakangan ini, rupiah hampir pasti akan menyentuh level Rp 16.000 per dolar AS – Rp 16.200 per dolar AS di akhir tahun 2023. Faktor utama masih berasal dari sikap agresif The Fed, ketidakpastian geopolitik seperti dari perang Israel-Hamas, serta perlambatan ekonomi China. Ibrahim berujar, gejolak di timur tengah paska Iran merekomendasikan OPEC untuk melakukan embargo minyak ke Israel berpotensi memberikan tekanan bagi mata uang rupiah yang di sisi lain meningkatkan permintaan dolar. Tindakan itu membuat kondisi di kawasan Timur Tengah kian memanas, walaupun belum ada tanggapan dari OPEC. Oleh karena itu, Ibrahim menilai wajar adanya langkah BI mengerek suku bunga acuan untuk menahan anjloknya posisi rupiah ke level Rp 16.000 per dolar AS. Mata uang garuda bisa terus melemah akibat konflik geopolitik timur tengah, serta cadangan devisa yang kian tergerus.
Baca Juga: Kurs Rupiah Tumbang ke Posisi Paling Lemah Sejak Covid-19 Masuk Indonesia Di sisi lain, adanya kekhawatiran atas gagal bayar (default) pasar properti di China turut menyuramkan prospek ekonomi. Peristiwa seperti ini dapat memicu serangkaian gagal bayar (default) bagi pengembang dan memicu restrukturisasi utang besar-besaran pada pasar properti Tiongkok.
“Gagal bayar besar-besaran di pasar properti Tiongkok menjadi pertanda buruk bagi perekonomian, mengingat pasar tersebut menyumbang sekitar seperempat dari aktivitas ekonomi lokal,” tambah Ibrahim. Untuk perdagangan hari ini, Jumat (20/10), Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah dalam rentang Rp 15.800 per dolar AS - Rp 15.870 per dolar AS. Sedangkan, Lukman melihat potensi rupiah bergerak dalam rentang harga Rp 15.750 per dolar AS – Rp 15.900 per dolar AS. Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot secara harian melemah 0,54% ke level Rp 15.815 per dolar AS pada Kamis (19/10). Rupiah Jisdor BI juga melemah 0,68% ke level Rp 15.838 per dolar AS yang merupakan pelemahan paling dalam sejak 14 April 2020. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi