Rupiah Diperkirakan Melemah hingga Tahun Depan, Begini Efeknya ke APBN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian melemah. Posisi rupiah ini bahkan sudah berada di level terlemah sejal 29 April 2022. Rabu (12/10) siang pukul 12.35 WIB, kurs rupiah spot melemah 0,14% ke Rp 15.379 per dolar Amerika Serikat (AS).

Perlemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tersebut bahkan diperkirakan akan berlanjut hingga menyentuh Rp 16.000 per dolar AS di tahun depan.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, sebenarnya pelemahan nilai tukar mempunyai efek yang cukup unik terhadap Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN).  


Baca Juga: Terburuk Sejak April 2020, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.373 Per Dolar AS Hari Ini

Menurutnya, jika terjadi pelemahan nilai tukar dan lebih lemah dari asumsi makro yang ada dalam APBN justru akan menguntungkan, sebab secara otomatis penerimaan negara juga akan bertambah. Pada tahun depan pemerintah mematok nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp 14.800.

“Maksudnya, katakanlah saat ini asumsi makro untuk nilai tukar ditetapkan Rp 14.750 hingga 14.800 per dollar AS, dengan asumsi yang disepakati dalam target penerimaan negara yang dicatatkan dalam APBN 2023. Sehingga ketika target asumsi rupiah ini mengalami perubahan dalam konteks ini lebih lemah menjadi Rp 16.000 per dolar AS, maka ada faktor windfall yang akan mempengaruhi penerimaan negara di tahun 2023 nanti,” jelas Yusuf kepada Kontan.co.id, Rabu (12/10).

Menurutnya, kejadian ini bukanlah hal baru, bahkan sudah terjadi di tahun-tahun sebelumnya bahwa nilai tukar rupiah yang ternyata lebih lemah dibandingkan asumsi makro yang ditetapkan pada APBN. Meski memang di saat yang bersamaan juga ada potensi dari peningkatan belanja negara akibat dari pelemahan nilai tukar rupiah nanti.

Mengacu pada sensitivitas  APBN 2023 terhadap  perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap pelemahan kurs rupiah Rp 100 terhadap dolar AS, maka belanja negara bertambah Rp 8,9 triliun.

Meski demikian, setiap pelemahan kurs rupiah Rp 100 terhadap dolar AS pendapatan negara juga akan bertambah Rp 5,4 triliun. sehingga APBN 2023 akan mencatatkan defisit Rp 3,1 triliun.

Adapun Yusuf mengatakan, jika nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.000 per dolar AS, salah satu dampak yang dirasakan adalah potensi meningkatnya harga untuk produk-produk impor. Namun sayangnya, kondisi tersebut tidak begitu ideal bagi Indonesia karena industri di dalam negeri masih sangat menggantungkan bahan baku dasarnya dari melakukan impor.

“Ketika harga bahan baku menjadi mahal maka sudah pasti pelaku usaha akan melakukan penyesuaian terutama bagi mereka yang tidak bisa menahan untuk tidak menaikkan harga, sehingga penyesuaian ini yang akan berpotensi dilimpahkan ke konsumen dalam bentuk menaikkan harga,” jelasnya.

Baca Juga: Rupiah Dibuka Rp 15.377 per Dolar AS, Melemah Empat Hari Beruntun

Selain itu, ia juga menyebut jika kenaikan harga di level konsumen tidak diikuti dengan kenaikan level pendapatan maka  tahun depan di periode tertentu tentu konsumsi rumah tangga akan tertekan, jika asumsi kenaikan harga tidak diikuti dengan kenaikan ataupun peningkatan daya beli dari masyarakat itu sendiri.

Dengan kondisi demikian, maka bisa berpotensi adanya dorongan inflasi melalui jalur impor, sehingga ada peluang inflasi masih akan berada pada level yang tinggi. Apalagi, lanjutnya, jika di saat yang bersamaan terganggunya aluran distribusi barang strategis seperti  barang pangan mempunyai proporsi cukup besar dalam penghitungan basket inflasi.

Selain itu, Yusuf juga menyoroti, tahun depan pemerintah masih akan menganggarkan belanja infrastruktur. Belanja infrastruktur tersebut beberapa bahan bakunya masih menggunakan produk-produk impor.

Sehingga ketika terjadi pelemahan nilai tukar rupiah maka bahan baku yang diperlukan untuk membangun sebuah proyek infrastruktur akan menjadi lebih mahal. Ini yang akan menambah beban belanja dari APBN di tahun depan.

“Catatan dari kenaikan belanja ini adalah ketika pelemahan nilai tukar rupiah terjadi dan di saat yang bersamaan pemerintah perlu melakukan impor untuk beragam bahan baku untuk pembangunan infrastruktur, maka di situlah beban belanja mengalami peningkatan,” kata Yusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi