KONTAN.CO.ID -Â JAKARTA. Rupiah dalam tren pelemahan. Diperkirakan hingga akhir tahun rupiah akan berada di kisaran Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat. Kamis (6/6) rupiah berhasil menguat 0,15% ke Rp 16.263 per dolar AS. Namun, trennya masih melemah dan sempat berada di level terendah di Rp 16.287 per dolar AS pada Rabu (5/6). Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, tertekannya rupiah disebabkan beberapa faktor. Faktor yang dominan berasal dari dampak rilis notulensi the Fed, yang mengafirmasi keraguan dari pejabat the Fed untuk segera menurunkan suku bunganya.
Selain dari tekanan eksternal, depresiasi rupiah juga diikuti oleh arus modal keluar dari pasar saham domestik, yang terefleksi dari total
outflow di pasar saham sebesar US$ 451 juta sejak 20 Mei lalu.
Outflow di pasar saham ini tidak lepas dari meningkatnya ketidakpastian di pasar saham domestik.
Baca Juga: Disepakati di Komisi XI DPR, Asumsi Kurs Rupiah dan Yield SBN di RAPBN 2025 Berubah "Faktor peningkatan permintaan domestik untuk Dolar AS juga menjadi kontributor pelemahan nilai tukar rupiah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (6/6). Dalam waktu dekat, dinamika rupiah masih akan cenderung bergantung pada sentimen global, terutama dari sisi Eropa maupun juga AS. Pada minggu depan, the Fed akan mengumumkan hasil FOMC, sehingga para investor dapat melihat perubahan arah kebijakan the Fed. Selain itu, pada akhir minggu ini, data ketenagakerjaan AS dirilis sehingga dapat melihat progres pelonggaran pasar ketenagekerjaan AS. "Rilis data dan hasil FOMC akan menjadi salah satu pemicu pembalikan arah sentimen global sejalan dengan proyeksi kami terkait the Fed yang akan cenderung
less-hawkish, diikuti oleh perkiraan kenaikan data pengangguran AS," sebutnya. Josua memproyeksikan, pada akhir semester I 2024, rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.150 - Rp 16.350 per dolar AS. Sementara pada akhir tahun 2024, ia perkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp 16.000 - Rp 16.200 per dolar AS. Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra juga menilai faktor eksternal menekan rupiah. Ia berpandangan rupiah masih sulit untuk menguat karena pasar masih meragukan kebijakan the Fed untuk memangkas suku bunga acuannya sesuai ekspektasi. "Selain itu konflik yang masih memanas di Timur Tengah maupun di Ukraina juga bisa mencegah dolar untuk melemah terlalu dalam terhadap nilai tukar lainnya," sebutnya.
Baca Juga: Awas! Rupiah Berpotensi Menuju Rp 16.600 Per Dolar AS Secara umum, ia menilai the Fed yang masih memegang kuncinya. Ia menyebut, jika skenarionya inflasi AS masih belum terlihat turun di semester I ini, rupiah mungkin masih bergerak di atas Rp 16.000 per dolar AS. Lalu di semester II, jika the Fed jadi memangkas suku bunganya dan masih mengindikasikan akan memangkas lagi, rupiah bisa langsung menguat tajam. "Kalau demikian skenarionya, rupiah bisa menguat lagi ke arah Rp 15.600," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi