Rupiah Diprediksi Menguat Pada Senin (5/8)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah diprediksi akan melanjutkan penguatan pada perdagangan awal pekan depan, Senin (5/8).

Asal tahu saja, berdasarkan data Bloomberg, Jumat (2/8) rupiah spot pekan ini ditutup pada level Rp 16.200 per dolar AS. Ini membuat rupiah naik 0,23% dibanding penutupan hari sebelumnya di Rp 16.237 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah spot menguat sekitar 0,62%. 

Selaras dengan pergerakan di pasar spot, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) terpantau ikut menguat. Jumat (2/8), rupiah jisdor ditutup pada posisi Rp 16.234 per dolar AS, menguat sekitar 0,41% secara mingguan dan 0,05% secara harian.


Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah menguat didorong oleh indeks manajer pembelian AS yang lemah dan data pasar tenaga kerja sehingga meningkatkan kekhawatiran atas perlambatan ekonomi, serta pemotongan suku bunga pada September oleh Federal Reserve berpotensi terlambat bagi ekonomi untuk mencapai soft landing.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Menguat Pada Pekan Depan, Berikut Sentimen Pendorongnya

“Kemudian, data yang lemah juga muncul setelah Federal Reserve menandai potensi penurunan suku bunga pada September, yang membuat pasar hampir sepenuhnya memperkirakan 25 basis poin pada bulan tersebut," kata Ibrahim dalam riset, Jumat (2/8).

Sebagai informasi, The Fed masih mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25%-5,5% pada pertemuan FOMC Rabu (31/7/) waktu setempat, namun membuka peluang untuk menurunkan biaya pinjaman segera setelah pertemuan berikutnya pada September 2024.

Ibrahim menilai, fokus pasar saat ini tertuju pada data non-farm payroll (NFP) yang akan datang, sebagai isyarat lebih lanjut tentang ekonomi AS. Pasar tenaga kerja yang mendingin semakin mendorong prospek penurunan suku bunga oleh The Fed. 

Tak hanya itu, menurut dia, pasar juga mencermati perkembangan tensi geopolitik di Timur Tengah yang kian memanas, serta keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin dan mengatakan berencana untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun ini. 

Sedangkan sentimen dari dalam negeri, Ibrahim bilang yakni, Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa kondisi deflasi atau menurunnya harga barang-barang yang terjadi dalam 3 bulan berturut-turut tidak dapat disimpulkan sebagai penurunan daya beli masyarakat pada pertengahan tahun ini. 

Dia menuturkan bahwa deflasi pada Juli 2024 terjadi karena penurunan harga komoditas pangan, mulai dari bawang merah hingga daging ayam ras, akibat pasokan yang cukup di pasar. 

“Menurut hukum penawaran dan permintaan, ketika suplai melimpah dan permintaan tetap, harga akan turun,” kata dia. 

Dengan faktor-faktor tersebut, Ibrahim memproyeksi pada perdagangan Senin (5/8), mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup menguat di rentang  Rp 16.160 hingga Rp 16.230 per dolar AS.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Diramal Sedikit Lebih Tipis Ketimbang Kuartal I-2024

Selaras dengan hal ini, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, rupiah menguat pada Jumat (2/8) berkat ekspektasi investor terkait dengan potensi sinyal pelemahan data tenaga kerja AS. 

“Angka konsensus menunjukan perkiraan adanya penurunan angka data NFP, meskipun angka tingkat pengangguran diperkirakan cenderung stabil,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (2/8). 

Menurut dia, pelemahan data tenaga kerja AS lebih jauh, berpotensi menguatkan kemungkinan The Fed untuk memotong suku bunga lebih dari satu kali pada tahun ini. Josua mengatakan bahwa rupiah akhir-akhir ini cenderung menguat terhadap dolar AS sejalan dengan sinyal dovish dari The Fed. 

Dengan begitu, Josua memprediksi pada perdagangan pekan depan, pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh rilis data ekonomi Amerika Serikat dan data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang akan dirilis pada Senin (5/8). 

“Maka saya proyeksi, rupiah berpotensi menguat pada pekan depan, dan pada perdagangan Senin (5/8) akan bergerak di kisaran Rp 16.100 - Rp 16.250 per dolar AS,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi