Rupiah gagal menguat, ini sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai gejolak eksternal menyebabkan kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Hal ini turut menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Rabu (21/11), rupiah di pasar spot terkoreksi sebesar 0,10% ke Rp 14.603 per dollar AS ketimbang penutupan Senin lalu.

Sedangkan dalam Jakarta interbank spot dollar rate (Jisdor) terkoreksi sebesar 0,22% ke level Rp 14.618 per dollar AS. Meskipun di akhir perdagangan kembali terkoreksi, pergerakan rupiah dianggap positif setelah kembali bangkit ke level yang lebih baik dibanding ketika pembukaan.

Analis Asia Trade Points Futures Andri Hardianto mengatakan, koreksi rupiah disebabkan oleh adanya sentimen-sentimen global yang terus dicermati oleh pasar. “Seperti dari isu Brexit, anggaran belanja Italia. Kemudian adanya kekhawatiran perlambatan pertumbuhan global,” ujar Andri.


Kekhawatiran tersebut menurutnya dipicu oleh beberapa penjabat Federal Reserve yang mengatakan bahwa iklim kebijakan yang dimotori bank sentral AS ini dapat mengancam pertumbuhan ekonomi global. Sebelumnya, The Fed memberikan sinyal tetap akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin kembali di akhir 2018.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, ketidakpastian isu perang dagang antar AS dengan Tiongkok pun masih berlanjut meskipun keduanya berencana melakukan perundingan di akhir November ini. “Ada kemungkinan juga Italia mendapat sanksi dari Uni Eropa karena defisit anggarannya yang di atas target yaitu 2,4% dari PDB,” ujar David. Ancaman global yang terjadi pun turut melemahkan harga minyak mentah dunia. Namun, menurut David, pergerakan rupiah masih positif bila dibandingkan dengan beberapa mata uang Asia.

Setali tiga uang, menurut Andri, fokus pelaku pasar masih pada defisit neraca dagang yakni impor sektor migas yang sangat besar. “Melihat harga minyak yang sulit bangkit seperti sekarang tampaknya pelaku pasar cukup optimistis bila data neraca transaksi berjalan di bulan ini dapat berkurang defisitnya,” jelas Andri.

Kinerja rupiah dinilai akan sedikit tertolong dari turunnya harga minyak. Dari domestik kenaikan suku bunga bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin lalu juga turut membantu rupiah. “Mekanisme pasar valas kini lebih kondusif berkat dukungan instrumen DNDF. Di tengah begitu gencarnya persoalan global, gejolak yang terjadi tidak akan membuat rupiah jatuh semakin dalam,” jelas Andri kembali.

Untuk perdagangan Kamis (22/10), Andri menilai penguatan rupiah cukup terbuka di kisaran Rp 14.530-Rp 14.600 per dollar AS. Sedangkan David memproyeksikan rupiah berada di kisaran Rp 14.570-Rp 14.640 per dollar AS. “Data yang ditunggu adalah klaim pengangguran AS serta data indeks keyakinan konsumen,” tutup David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati