Rupiah giliran menunggu aksi pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia  (BI) diperkirakan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis point (bps) ke level 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan atau insidentil pada Rabu (30/5). Kenaikan ini menjadi yang kedua setelah sebelumnya BI juga menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 25 bps.

Namun kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan BI untuk stabilisasi pasar keuangan, tidak akan menjadi obat kuat jangka panjang jika tidak didukung oleh kebijakan fiskal pemerintah.

Kini pelaku pasar menunggu langkah lanjutan pemerintah. Pasalnya, akar masalah ekonomi Indonesia adalah ketergantungan dana asing, serta neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang tak sehat akibat pembengkakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).


Pada kuartal I-2018 NPI kembali defisit US$ 3,85 miliar, turun dari periode sama tahun sebelumnya yang surplus US$ 4,51 miliar. Defisit transaksi berjalan juga melebar menjadi 2,15% dari PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, perbaikan neraca pembayaran sudah menjadi agenda pemerintah. Pemerintah berjanji akan memacu ekspor, mendorong produktivitas, memperbaiki iklim dan kemudahan investasi, mempercepat dan memperdalam reformasi struktural di sektor riil.

Langkah reformasi struktural dilakukan melalui perbaikan infrastruktur, perizinan, dan kepabeanan. Perbaikan iklim investasi juga ditempuh dengan percepatan proses perizinan berusaha melalui implementasi Online Single Submission (OSS).

Untuk mendorong investasi dari hulu ke hilir, pemerintah menjanjikan insentif tax holiday, tax allowance, dan super deduction. "Manfaatnya terasa dalam jangka menengah," tandas Sri Mulyani dalam konferensi pers bersama BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Senin (28/5).

Wakil Ketua Umum Kadin Carmelita Hartoto menilai, dalam jangka pendek pemerintah harus mengurangi impor. Salah satunya impor barang modal yang sepanjang Januari-April 2018 naik 31,04% dibanding 2017. "Untuk apa beli mesin-mesin, karena pabrik swasta tidak ada yang ekspansi akibat permintaan ekspor turun," jelas Carmelita.

Sedangkan menurut Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistyaningsih, kebijakan pemerintah sudah bagus. Insentif untuk investor juga banyak. "Pemerintah hanya perlu proaktif lagi, bagaimana Samsung mau memindahkan pabrik spare part-nya ke sini. Intinya ketergantungan bahan impor harus dikurangi," jelas Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati