Rupiah Jatuh ke Level 15.833 Per Dolar AS Pada Rabu (6/11), Terseret Hasil Pilpres AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah melemah tajam terhadap dolar pada penutupan perdagangan Rabu (6/11). Analis menilai sentimen pilpres Amerika Serikat (AS) menjadi faktor utama mendorong penguatan dolar. 

Rabu (6/11), rupiah spot ditutup di level Rp 15.833 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini membuat rupiah melemah 0,53% dibanding penutupan hari sebelumnya. Berdasarkan Jisdor, rupiah melemah 0,46% dalam sehari ke level Rp 15.840 per dolar AS.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan penguatan dolar ini membuat rupiah bahkan semua mata uang di Asia melemah terhadap dolar. Hal itu dinilai merupakan respon dari hasil pilpres AS yang besar kemungkinan akan dimenangkan oleh Trump.


Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 15.833 Dolar AS, Sejalan dengan Mata Uang di Asia

"Bukan rupiah yang lemah, tetapi dolar AS yang menjadi kuat. Seperti diketahui, kebijakan perang dagang Trump berpotensi memicu inflasi dan menurunkan prospek pemangkasan suku bunga the Fed," kata Lukman kepada KONTAN, Rabu (6/10). 

Lukman bilang kebijakan Trump yang proteksionis mengenai tarif dan pajak impor, umumnya akan berdampak ke negara-negara eksportir seperti Jepang, Singapura, Thailand, dan China. Sementara dampaknya terhadap Indonesia mungkin lebih kecil, mengingat Indonesia umumnya mengekspor komoditas. 

Namun, lanjut Lukman, inflasi dan tingkat suku bunga tinggi dapat membatasi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga, bahkan BI perlu menaikkan suku bunga lagi untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menambahkan, kemenangan Trump berpotensi mempertahankan suku bunga tetap tinggi. Hal tersebut diperkirakan bakal mendorong dolar tetap kuat di tahun-tahun mendatang, ditambah kembali melonjaknya imbal hasil Treasury.

Baca Juga: Ramalan Gubernur BI Jika Trump Menang: Rupiah Tertekan, Perang Dagang Berlanjut!

Ibrahim menuturkan, Trump secara luas diperkirakan akan memberlakukan lebih banyak kebijakan inflasi, mengingat pendiriannya tentang perdagangan proteksionis dan imigrasi. 

"Skenario seperti itu diperkirakan akan membuat suku bunga relatif lebih tinggi dalam jangka panjang," kata Ibrahim. 

Selain itu, prospek kemenangan Trump menghadirkan lebih banyak tekanan ekonomi pada China. Trump berjanji untuk mengenakan tarif perdagangan yang tinggi pada China. Hal ini akan membuat lebih banyak tekanan ekonomi China dengan deflasi yang terus-menerus dan penurunan pasar properti yang berkepanjangan. 

Dari dalam negeri, Ibrahim menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 juga melandai. Melemahnya pertumbuhan ini tak lepas dari melandainya konsumsi rumah tangga Indonesia. 

Baca Juga: Pelemahan Mata Uang Asia Makin Dalam, Rupiah di Rp 15.869 Per Dolar AS, Rabu (6/11)

Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai ke 4,95% (yoy) untuk kuartal III-2024 atau terburuk dalam setahun terakhir. Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal II-2024 yang berada di angka 5,05%.

Jika dilihat berdasarkan pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh tak sampai 5% atau tepatnya 4,91% yoy. Padahal konsumsi menyumbang 53,08% terhadap total PDB Indonesia. Pertumbuhan konsumsi pada kuartal III juga di bawah data historisnya yakni 5%.

Dengan demikian Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah masih akan ditutup melemah besok (7/11) di rentang Rp 15.820-Rp.15.920 per dolar AS.  Lukman juga memperkirakan rupiah masih akan tertekan dan bergerak di kisaran Rp 15.750- Rp 15.950 per dolar AS. 

Selanjutnya: Erick Thohir Siapkan Stimulus Berbeda untuk Selamatkan 7 BUMN Sakit

Menarik Dibaca: Allianz Indonesia Ingatkan Generasi Muda Disiplin Merencanakan Finansial

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi