Rupiah jatuh terseret kenaikan impor BBM



JAKARTA. Defisit neraca pembayaran atau current account deficit yang terjadi terus menerus menjadi momok menakutkan. Tak hanya pemerintah dan Bank Indonesia yang kewalahan, investor pun dibuat kelimpungan.

Pengumuman Bank Indonesia yang menyatakan, defisit neraca pembayaran pada kuartal III-2013 nyaris US$ 8,5 miliar telah membuat aksi jual investor asing. Secara netto, aksi jual investor asing di pasar saham mencapai Rp 554 miliar pada Rabu (13/11). Ini pula yang membuat rupiah longsor. Kurs tengah BI mencatat nilai tukar rupiah loyo 66 poin ke level Rp 11.644 per dollar Amerika Serikat.

Lagi-lagi, kebutuhan valuta asing (valas) untuk impor bahan bakar minyak (BBM) menjadi sebab. Impor BBM triwulan III-2013 mencapai US$ 10,66 miliar. Angka ini naik dibandingkan triwulan II yang hanya US$ 9,53 miliar.


Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A. Johansyah mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi hingga 40% beberapa waktu lalu belum mampu membuat penggunaan BBM subsidi berkurang. "Ini pekerjaan rumah kita bersama," ujar Difi. Kondisi ini tak bisa dibiarkan berlarut. Solusi cepat dan tepat harus segera dilakukan. Termasuk rencana untuk mengurangi impor BBM dengan cara mencampur solar dengan biodiesel sebesar 10% .

Ekonom Indef Enny Sri Hartati menyarankan agar pemerintah mengalihkan sebagian subsidi BBM untuk energi alternatif seperti biodiesel. "Seharusnya 10%-20% subsidi energi dialokasikan untuk biodiesel," ujar dia. Jika pemerintah tak segera bergerak cepat, impor BBM diprediksi akan terus naik. Kebijakan mobil murah membuat kebutuhan nafsu belanja mobil melesat. Penggunaan BBM subsidi tak terelakkan.

Adapun ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih meminta pemerintah lebih serius mendorong penyediaan transportasi massal yang aman dan nyaman bagi masyarakat. Transportasi masal bisa menjadi solusi berkurangnya impor BBM.

Hanya saja, impor BBM bukan menjadi satu-satunya penyebab defisit neraca pembayaran. Kegemaran orang Indonesia menyimpan aset di luar negeri juga membawa andil besar. Dalam catatan BI, pada triwulan III, uang dan simpanan swasta ke luar negeri mencapai US$ 2,14 miliar. Angka ini berbanding terbalik dengan kuartal sebelumnya. Saat itu, justru banyak simpanan swasta yang mengalir ke perbankan dalam negeri yakni mencapai sekitar US$ 4,63 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie