KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah merosot akibat tekanan di pasar global maupun tekanan domestik. Kurs rupiah pagi ini, Jumat (31/8) di pasar spot diperdagangkan di Rp 14.710 per dollar AS. Ini merupakan posisi terlemah rupiah sejak Juni 1998, yang sempat menyentuh Rp 14.750 per dollar AS. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, terkait pelemahan nilai tukar rupiah yang dalam ini, pemerintah terus waspada. “Ya, kami akan terus awasi dan waspadai (penguatan dolar AS)," kata Sri Mulyani ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (31/8).
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan, dengan melemahnya rupiah, hari ini Bank Indonesia (BI) berada di pasar untuk memastikan pelemahan rupiah tidak cepat dan tajam. BI dalam hal ini masuk ke pasar valas dan juga ke pasar SBN untuk melakukan dual intervention. “BI hari ini sudah beli SBN Rp 3 triliun dan masih akan berlanjut,” kata Nanang kepada KONTAN, pagi ini, Jumat (31/8). Adapun ia mencatat, total pembelian SBN oleh BI secara year to date pada 2018 ini sebesar Rp 79,23 triliun. Rinciannya, pembelian di pasar sekunder sebesar Rp 22,18 triliun dan pembelian di pasar primer sebesar Rp57,23 triliun. Nanang menjelaskan, tak hanya di global, di domestik, pelemahan rupiah ini juga disebabkan oleh pembelian valas oleh korporasi untuk impor yang masih besar Namun, tekanan terhadap rupiah ini utamanya dipicu oleh revisi data PDB AS triwulan II, dari 4,1% menjadi 4,2%, langkah PBOC memperlemah mata uang Yuan di tengah negoisasi sengketa dagang AS dan China yang belum tercapai, serta melemahnya mata uang Argentina Peso dan Lira Turki. Tantangan untuk nilai tukar rupiah pun masih akan mengintai pada sisa tahun ini. Selain kenaikan suku bunga acuan The Fed, tantangan akan ada pada November 2018 yang merupakan musim pembagian dividen.
Head of Indonesia Equity Research Citigroup Ferry Wong memperkirakan, dalam periode itu, nilai tukar rupiah bakal mengalami
overshoot atau keluar dari nilai fundamentalnya. “Mungkin
overshoot selama musim dividen kedua pada bulan November di mana perusahaan multinasional akan mengkonversi rupiah mereka ke dollar AS,” kata Ferry.
Ia pun melihat, nilai tukar rupiah bakal secara bertahap melemah ke Rp 15.000 per dollar AS dalam jangka menengah. Meski demikian, Ferry mengatakan, ekonomi Indonesia masih baik walaupun
current account atau transaksi berjalan mencatatkan defisit. “Investor secara keseluruhan setuju bahwa Indonesia menarik. Adapun, ekonomi Indonesia masih dalam kondisi yang baik, tetapi mereka masih khawatir,” ujar dia. Ia menyambung, yang mengkhawatirkan bagi investor sendiri adalah prospek nilai rupiah. Terutama selama musim dividen kedua di bulan November itu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Narita Indrastiti