Kebijakan visa progresif jadi pemicu turunnya permintaan umrah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan perjalanan ibadah umrah dari Indonesia mencatatkan penurunan. Pelemahan rupiah yang hampir menyentuh level Rp 15.000 menjadi salah satu penyebab turunnya permintaan umrah. Tak hanya pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), namun kebijakan visa progresif juga memberikan dampak pada bisnis umrah.

Rudi, Operasional PT Muhsans Argam Putra menyebutkan, nilai tukar rupiah yang tertekan terhadap dollar dampaknya cukup terasa. Karenanya, secara terpaksa perusahaan harus meningkatkan harga jual sebagai antisipasi tertekannya rupiah.

"Kenaikan tidak terlalu signifikan, sekitar 5% peningkatannya," ujarnya kepada kontan.co.id, Selasa (11/9). Ia melanjutakan, adapun beberapa paket yang ditawarkan perusahaan di antaranya paket reguler dengan Rp 20,5 juta dan paket umrah plus dengan harga Rp 27 juta.


Walaupun begitu, ia bilang bahwa permintaan untuk umrah selalu ada lantaran umrah merupakan perjalanan spiritual yang berbeda dengan tur lainnya. Hanya saja sejak nilai rupiah tertekan, permintaan keberangkatan juga terdampak. "Penurunan pasti ada juga kurang lebih 5%," tuturnya.

Ia menjelaskan dari perusahaan saat ini masih akan mengikuti nilai tukar terlebih dahulu untuk menjual paketnya. Rudi juga menegaskan dengan pelemahan rupiah, sejauh ini tidak ada pembatalan pemberangkatan oleh jamaahnya. "Pembatalan jamaah sejauh ini tidak ada," ujarnya.

Walaupun begitu, Rudi menyebutkan penurunan permintaan umrah tidak hanya dari pelemahan nilai rupiah saja melainkan juga dari visa progresif yang diterapkan pemerintahan Arab Saudi pada 2017 lalu. Menurutnya, dengan visa progresif tersebut banyak dari jamaahnya yang berpikir ulang untuk berangkat umrah yang kali kedua.

Muhammad Ali Ridho, Manajer Operasional PT Khazzanah Al-Anshary senada akan hal tersebut. Ridho bilang saat ini masalah yang terdapat dalam bisnis umrah tak hanya pelemahan rupiah, tetapi juga ada dari visa progresif. Namun, walaupun begitu, Ridho menampik penurunan permintaan pada perusahaannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie