Rupiah keok digoyang spekulan



JAKARTA. Aksi jual investor melanda bursa saham di ujung pekan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama perdagangan Jumat (25/5), sempat terjungkal ke level 3.885,6. Kendati sempat bangkit, IHSG berakhir melemah 2,06% dari hari sebelumnya, menjadi 3.902,50.

Keterpurukan rupiah merupakan pemicu maraknya aksi jual saham. Nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) di pasar offshore melambung mendekati Rp 10.000.

Kontrak Non-Delivery Forward (NDF) USD/IDR tiga bulan menyentuh 9.987,5, sedangkan NDF pairing yang sama untuk jangka sebulan melesat hingga 9.790. "Ini memicu harga dollar AS di pasar domestik melesat menembus Rp 9.515," ujar Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities, kemarin.


Investor, terutama pemodal asing, langsung menempuh aksi jual. Transaksi pemodal asing, kemarin, berstatus net sell Rp 971,9 miliar. "Yang terdampak besar adalah saham sektor perbankan, emiten berbasis dollar AS, dan banyak berbeban utang dollar AS," jelas Edwin.

Tercatat, 226 saham terbenam di zona merah. Sepuluh sektor kompak terpuruk, terutama sektor perbankan dan industri dasar yang rontok hingga 2,84% dan 2,52%.

Total nilai jual investor asing di saham selama sepekan terakhir Rp 3,27 triliun. Jika dihitung sejak awal Mei, nilai capital outflow di bursa mencapai Rp 5,86 triliun.

Di pasar obligasi, hingga 24 Mei 2012, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) turun Rp 4,19 triliun menjadi Rp 224,69 triliun. Selain sebagai aksi ambil untung, menurut pengamatan Jeff Tan, Kepala Riset Sinarmas Sekuritas, hengkangnya asing dari pasar juga terdorong kesangsian pasar terhadap kebijakan Bank Indonesia (BI). "BI dinilai kurang aktif mengintervensi pasar, sehingga asing banyak lari ke dollar AS," ujar dia.

Pancingan asing

Tertekannya rupiah sejak awal bulan ini terutama akibat makin dominannya dollar AS terhadap hampir semua mata uang dunia. The greenback berjaya seiring meningkatnya ketidakpastian di pasar global akibat Eropa.

Indeks dollar AS, kemarin, melesat hingga 82,34. Aksi spekulasi di pasar offshore makin menenggelamkan nilai tukar rupiah.

Sebagian analis menilai, kemerosotan IHSG kemarin merupakan keberhasilan para spekulan memancing kepanikan pasar. "Para spekulan kini menepuk dada girang karena berhasil memperdaya investor lokal hingga panik," ujar Edwin.

Menurutnya, investor domestik idealnya bisa lebih tenang mengingat kondisi fundamental ekonomi Indonesia tidak bermasalah. "Tidak ada alasan bagi rupiah untuk jatuh setajam itu," tandasnya.

Aksi spekulan ini memang berhasil memancing BI untuk lebih agresif mengintervensi pasar. Di akhir perdagangan, rupiah berhasil terkatrol ke Rp 9.280. Adapun data Bloomberg mencatat, USD/IDR ditutup di 9.454.

Menilik kurs tengah BI, USD/IDR parkir di level 9.310. "Kami tidak akan membiarkan rupiah bergerak liar," kata Difi A. Johansyah, Kepala Biro Humas BI.

BI tidak menyebutkan berapa dollar AS yang digelontorkan ke pasar kemarin untuk mengangkat rupiah. "Cadangan devisa masih aman, di atas benchmark untuk impor enam bulan," ujar Ardhayadi Mitroatmojo, Deputi Gubernur BI.

Per akhir April 2012, nilai cadangan devisa RI mencapai US$ 116,41 miliar. Ardhayadi memastikan, cadangan devisa yang dimiliki saat ini masih di atas US$ 100 miliar.

Difi menambahkan, BI akan melihat tekanan hebat bagi rupiah di ujung pekan ini karena terdorong kenaikan kebutuhan dollar AS oleh dunia usaha, atau ada perbankan yang ikut menggoyang rupiah sebagai aksi spekulasi. "Kami akan melihat siapa yang bermain. Jika perlu, BI akan mengambil tindakan pengawasan," ujarnya.

BI juga enggan menanggapi mulai maraknya aksi spekulasi di pasar, terkait kemungkinan kenaikan bunga acuan alias BI rate.

Andy W. Gunawan, analis Reliance Securities, menilai, situasi di pasar keuangan domestik saat ini masih wajar. Investor tidak perlu panik berlebihan merespon pergerakan yang terjadi di pasar global. "Jika nett sell asing sudah mendekati nilai saat krisis 2008, itu baru pertanda bahaya," ujar dia. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: