KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah di pasar spot masih dalam tren pelemahan. Pada Rabu (4/10), rupiah spot ditutup di level Rp 15.634 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini membuat rupiah melemah 0,34% dibanding penutupan hari sebelumnya yang berada di Rp 15.580 per dolar AS. Level tersebut juga yang terburuk sejak 29 Desember 2022. Kala itu, rupiah spot berada di level Rp 15.658 per dolar AS. Alhasil, penutupan rupiah spot saat ini adalah yang terburuk sepanjang tahun 2023.
Tak pelak, pelemahan rupiah ini akan berdampak negatif terhadap sejumlah emiten. Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan, sektor yang bahan bakunya masih mengandalkan impor akan terdampak negatif terhadap fundamental, misalkan saja Perusahaan farmasi.
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Melemah ke Rp 15.634 Per Dolar AS, Terburuk Sepanjang 2023 Selain farmasi, emiten elektronik seperti PT Erajaya Swasembada Tbk (
ERAA) dan emiten otomotif seperti PT Astra International Tbk (
ASII) dan PT Astra Otoparts Tbk (
AUTO) juga akan terdampak pelemahan rupiah. Tak seperti emiten farmasi, Sukarno menilai emiten otomotif dan elektronik lebih bisa melakukan penyesuaikan harga jual. Namun, produk elektronik dan otomotif biasanya memiliki batasan harga, sehingga emiten tidak bisa menaikkan harga terlalu tinggi. “Hanya saja jika emiten elektronik menaikkan harga, maka imbasnya permintaannya bisa turun,” kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Rabu (4/10). Bak dua sisi mata uang, pelemahan rupiah akan menguntungkan emiten berbasis ekspor, seperti emiten pertambangan dan tekstil. Namun, menimbang harga komoditas yang masih lesu, dampak penguatan nilai tukar dolar AS menjadi kurang menggigit. Dus, Sukarno masih cenderung memasang sikap
wait and see terhadap saham-saham yang diuntungkan terhadap pelemahan rupiah. “Karena kondisi market kurang bagus dan tren harga saham-saham komoditas sedang turun juga,” tutup dia.
Analis NH Korindo Sekuritas Cindy Alicia Ramadhania memberikan rekomendasi
buy saham ERAA dengan target harga Rp 600 per saham. Selain dibayangi depresiasi mata uang rupiah, risiko yang membayangi ERAA di antaranya menurunnya daya beli konsumen, rendahnya antusiasme pada peluncuran produk baru, dan adanya perubahan kebiasaan belanja konsumen. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari