KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah pada periode kuartal II terpantau melemah. Padahal sejumlah sentimen global lebih adem ketimbang tahun lalu, misalnya perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang berupaya selesai di tahun ini. Berdasarkan data
Bloomberg pada Rabu (8/5) rupiah ditutup melemah 0,11% di level Rp 14.295 per dollar AS. Adapun dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) menguat tipis 0,02% menjadi Rp 14.305 per dollar AS. Sementara, dalam sepekan mata uang Garuda terkoreksi 0,3% yakni senilai Rp 14.252 per dollar AS (2/5). Bahkan sejak awal kuartal II, rupiah loyo 0,36% atau berada di level Rp 14.243 per dollar AS pada akhir kuartal-I.
Ekonom Bank UOB, Enrico Tanuwidjaja mengatakan siklus perang dagang AS dan China tahun ini cenderung fluktuatif, sempat mereda dan sekarang memanas kembali. Kemarin Presiden AS, Donald Trump berencana menaikkan impor atas barang-barang China bakal naik 25% dari sebelumnya senilai US$ 200 miliar. Di sisi lain, kedua negara Adidaya lewat perwakilannya akan bertemu di China selama dua hari terhitung sejak besok. “Pasar tidak tahu bagaimana kelanjutan perang dagang dan memilih aset dollar AS ketimbang mata uang
emerging market,” kata Enrico kepada Kontan, Rabu (8/5). K Ia menegaskan kekhawatiran progres perang dagang yang simpang siur menggiring pasar ke dollar AS. Padahal pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) sinyal The Fed masih
dovish dengan mempertahankan suku bunga di level 2,25%-2,5%. Dan dipastikan tidak ada kenaikan suku bunga, malah ada peluang untuk pemangkasan. Enrico menilai sikap The Fed tidak terlalu
dovish,
malah cenderung netral. Ini membuat dollar AS masih digemari ditambah perang dagang AS-China yang masih mengambang. Di sisi lain, sentimen domestik pun turut ambil alih atas pelemahan mata uang Garuda. Pasalnya saat kuartal-II memasuki musim deviden. Sehingga kebutuhan atas dollar AS kian bertambah. “Deviden adalah sebuah siklus, kali ini rupiah makin berat karena perang dagang,” tutur Enrico. Bila perang dagang usai maka perdagangan global makin bagus. Artinya kemungkinan akan berdampak juga terhadap ekonomi Indonesia dan menggerek rupiah. Katanya, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bagus, imbal hasil obligasi lebih menarik, inflasi terjaga dan masih di bawah 3%, secara imbal hasil real juga masih menarik.
Ia mengatakan pemerintah tahun ini perlu berupaya meningkatkan ekspor ketimbang mengetatkan impor, serta lebih memerhatikan pasar modal. Enrico memproyeksi sampai dengan akhir tahun rupiah kemungkinan berada di kisaran Rp 14.200-Rp 14.400 per dollar AS. Secara bertahap rata-rata nilai tukar rupiah pada kuartal II di level Rp 14.200 per dollar AS, kuartal III di level Rp 14.300 per dollar AS, dan kuartal IV di level Rp 14.400 per dollar AS. Sementara dalam jangka pendek yakni sepekan ke depan ia meramal mata uang Garuda berada di kisaran Rp 14.230-Rp 14.350 per dollar AS. Adapun untuk besok di kisaran Rp 14.250-Rp 14.320 per dollar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi