JAKARTA. Pelemahan rupiah di semester I-2012 turut menekan kinerja keuangan sebagian emiten di Bursa Efek Indonesia. Per akhir Juni 2012, nilai tukar dollar AS adalah Rp 9.433. Angka itu naik 4% daripada kurs dollar AS per akhir Desember 2011, yaitu Rp 9.069. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, misalnya, menderita kerugian selisih kurs senilai Rp 213 miliar di akhir Juni lalu. Di periode sama tahun lalu, Telkom masih mencetak laba kurs Rp 194 miliar. Direktur Keuangan Telkom Honesti Basyir, mengungkapkan, kenaikan rugi kurs disebabkan melesetnya nilai tukar yang dijadikan asumsi untuk mencicil utang berdenominasi dollar AS.
Porsi utang Telkom berbentuk dollar AS sebenarnya tak terlalu besar. Saat ini, Telkom memiliki pinjaman penerusan (two-step loans) dalam dollar AS senilai US$ 42 juta. Pinjaman penerusan adalah utang tanpa jaminan yang diperoleh pemerintah. Pinjaman itu, lalu, diteruskan ke Telkom. Sejak 2008 silam, Telkom sudah memakai seluruh pinjaman untuk membiayai pengembangan infrastruktur dan sarana penunjang telekomunikasi. Pinjaman itu dicicil per semester dengan bunga 4% per tahun, hingga 2024. Masalahnya, Telkom tidak memanfaatkan fasilitas lindung nilai (hedging) untuk utang dollar itu. "Kami tidak hedging karena biayanya terlalu mahal," kata Honesti kepada KONTAN, Rabu (1/8). Tapi rugi kurs itu tak berefek buruk ke pendapatan dan laba Telkom (lihat tabel). Nasib PT Indosat Tbk lebih buruk lagi. Di semester I-2012, Indosat menderita rugi selisih kurs Rp 522,3 miliar. Ini menyebabkan pos beban lain-lain melonjak 312% year-on-year menjadi Rp 1,44 triliun. Indosat memang hanya hedging 2% dari total utang dollar AS. Kebijakan itu jauh lebih kecil daripada target hedging Indosat, yaitu 30% total utang. Berbeda dengan Telkom, rugi kurs berimbas ke kinerja keuangan Indosat. Di paruh pertama 2012, Indosat menderita rugi bersih Rp 131,8 miliar. PT Multistrada Arah Sarana Tbk juga terjebak penurunan nilai tukar rupiah. Multistrada menderita rugi kurs Rp 92,23 miliar di semester I-2012. Itu mengerek pos beban operasional dan keuangan perusahaan. Rugi kurs itu menjadi salah satu penyebab tergerusnya laba bersih Multistrada. Kendati rugi kurs menekan kinerja keuangan, emiten-emiten itu tak menyiapkan strategi khusus di paruh kedua nanti. Telkom misalnya tak berniat hedging atas utang denominasi dollar. "Kami menilai, penurunan rupiah masih bisa dikelola," kata Honesti.
Sedang Indosat masih mengevaluasi apakah bakal menambah porsi hedging, atau tetap mempertahankan 2% dari outstanding utang dollar mereka. Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, memprediksi rugi kurs masih mengancam emiten. Proyeksi dia, pergerakan USD/IDR di semester kedua bisa melebar di rentang 9.000-9.700. Jika krisis Eropa memburuk, rupiah akan berlanjut melemah. Sebaliknya, "Jika solusi Eropa terlihat, positif bagi rupiah," ujar Satrio. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Djumyati P.