Rupiah loyo, ukuran tahu dan tempe ikut menyusut



SINGARAJA. Pengusaha tahu dan tempe di Singaraja, Bali, tetap menjalankan produksinya kendati harga kedelai naik karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Untuk mengurangi kerugian, mereka terpaksa memperkecil ukuran tahu dan tempe. 

Muhammad Said misalnya. Pembuat tahu dan tempe asal Kelurahan Kampung Tinggi, Singaraja, Buleleng, Bali, itu memilih mengecilkan ukuran tahunya, menyusul harga kedelai naik dari sebelumnya Rp 7.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram. Ia mengaku sebagian kedelai yang dijual di pasaran merupakan kedelai impor.

Pria yang sudah 15 tahun menjadi pembuat tempe itu mengaku tidak mungkin menaikkan harga tempe dan tahu. Menurutnya, mahalnya harga dikhawatirkan dapat membuat tempe dan tahu tidak laku.


"Kalau dimahalkan tidak ada yang membeli, nanti dikembalikan ke sini enggak bisa dipakai lagi dan jika dibuang tambah merugi banyak," ujar Said kepada Tribun Bali, Minggu (15/03/2015).

"Sebelumnya, satu bungkus tempe biasanya kami isi satu kilogram kedelai. Tapi sekarang kami kurangi rata-rata dua ons. Tahu kami kurangi ukurannya sekitar satu centimeter dari 10 sentimeter jadi sembilan sentimeter," ungkapnya.

Kenaikan harga kedelai juga mempengaruhi jumlah produksi. Jika sebelumnya setiap hari Said mampu memproduksi tempe dan tahu dengan 150 kilogram kedelai, kini hanya 80 kilogram kedelai saja.

"Sudah biasa seperti ini setiap kedelai naik. Pelanggan sudah paham juga karena banyak di televisi beritanya kalau kedelai naik. Semoga harganya bisa kembali normal biar kami bisa normal kembali," terangnya. (Tribun Bali, Lugas Wicaksono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa