SINGARAJA. Pengusaha tahu dan tempe di Singaraja, Bali, tetap menjalankan produksinya kendati harga kedelai naik karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Untuk mengurangi kerugian, mereka terpaksa memperkecil ukuran tahu dan tempe. Muhammad Said misalnya. Pembuat tahu dan tempe asal Kelurahan Kampung Tinggi, Singaraja, Buleleng, Bali, itu memilih mengecilkan ukuran tahunya, menyusul harga kedelai naik dari sebelumnya Rp 7.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram. Ia mengaku sebagian kedelai yang dijual di pasaran merupakan kedelai impor. Pria yang sudah 15 tahun menjadi pembuat tempe itu mengaku tidak mungkin menaikkan harga tempe dan tahu. Menurutnya, mahalnya harga dikhawatirkan dapat membuat tempe dan tahu tidak laku.
Rupiah loyo, ukuran tahu dan tempe ikut menyusut
SINGARAJA. Pengusaha tahu dan tempe di Singaraja, Bali, tetap menjalankan produksinya kendati harga kedelai naik karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Untuk mengurangi kerugian, mereka terpaksa memperkecil ukuran tahu dan tempe. Muhammad Said misalnya. Pembuat tahu dan tempe asal Kelurahan Kampung Tinggi, Singaraja, Buleleng, Bali, itu memilih mengecilkan ukuran tahunya, menyusul harga kedelai naik dari sebelumnya Rp 7.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram. Ia mengaku sebagian kedelai yang dijual di pasaran merupakan kedelai impor. Pria yang sudah 15 tahun menjadi pembuat tempe itu mengaku tidak mungkin menaikkan harga tempe dan tahu. Menurutnya, mahalnya harga dikhawatirkan dapat membuat tempe dan tahu tidak laku.