Rupiah Makin Mendekati Rp 16.500 Per Dolar AS



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Makin tertekan, kurs rupiah menyentuh level paling lemah sejak Maret 2020 atau dalam lebih dari empat tahun lalu.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (21/6), rupiah spot pekan ini ditutup pada level Rp 16.450 per dolar AS atau menjadi level terburuk sejak Maret 2020. Dalam sepekan, rupiah spot melemah sekitar 0,23% dan melemah sekitar 0,12% secara harian.

Selaras dengan pergerakan di pasar spot, Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) terpantau ikut melemah. Jumat (21/6), Rupiah jisdor ditutup pada posisi Rp 16,458 per dolar AS, melemah sekitar 0,51% secara mingguan dan 0,23% secara harian.


Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Lukman Leong menilai, pelemahan rupiah pekan ini berkaitan dengan tekanan dari solidnya dolar AS. The Greenback menguat seiring pernyataan hawkish para pejabat The Fed yang mengabaikan data ekonomi AS sebenarnya telah membaik.

Rupiah sempat menguat pada Rabu (19/6) ke posisi Rp16.365 per dolar, karena data neraca perdagangan Indonesia yang lebih kuat dengan surplus US$2,93 miliar pada Mei 2024. Hanya saja, sikap Bank Indonesia (BI) yang tidak mengindikasikan kenaikan suku bunga berbalik menekan rupiah pada Kamis dan Jumat.

Baca Juga: Reksadana Pasar Uang dan Deposito Pilihan Menarik Untuk Investasi Jangka Pendek

Sebagai catatan, perdagangan rupiah pekan ini hanya berlangsung 3 hari yakni tanggal 19, 20, 21 Juni 2024. Hal itu karena berkenaan dengan libur perayaan idul Adha di awal pekan pada 17 dan 18 Juni 2024.

“Ekspektasi bahwa BI sudah tidak akan menaikkan suku bunga berbalik menekan rupiah,” ujar Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (21/6).

Lukman menuturkan, absennya data ekonomi penting dari domestik, maka investor akan mengantisipasi data inflasi Price Consumption Expenditure (PCE) AS untuk pekan depan. Data PCE AS diperkirakan akan kembali termoderasi, namun investor belum bisa optimis ketika pejabat-pejabat the Fed masih bernada hawkish.

​Selain itu, perlu dicermati revisi ketiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika. Namun biasanya revisi data ekonomi ini sudah tidak akan berubah banyak.

“Rupiah pekan depan diperkirakan masih dalam tekanan, walau BI besar kemungkinan akan kembali mengintervensi,” ujar Lukman.

Baca Juga: Tekanan Berat Menjerat Emiten BUMN, Hati-Hati Memilah Saham Pelat Merah

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, pelemahan rupiah masih dilatarbelakangi oleh sentimen dari Tiongkok yang belum mereda. Alhasil, nilai tukar di kawasan Asia cenderung bergerak mixed dengan Baht Thailand terapresiasi paling tinggi, sedangkan Won Korea Selatan terdepresiasi paling dalam.

Pasar Asia kelam di sepanjang minggu ini akibat kebijakan Peoples Bank of China (PBoC) yang melakukan fixing reference rate harian yang lebih lemah dari perkiraan. Sehingga, wajar Rupiah terkena dampaknya dengan pelemahan sekitar 0,23% dalam sepekan.

“Sepanjang pekan ini, Rupiah cenderung melemah sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian di kawasan Asia,” imbuh Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (21/6).

Josua berpandangan bahwa rupiah berpotensi menguat pekan depan di tengah ekspektasi rilis beberapa data ekonomi AS seperti data aktivitas manufaktur AS bulan Juni, data PDB kuartal II final estimate dan data PCE bulan Mei yang diperkirakan melambat.

Josua memproyeksi, rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.375 per dolar AS–Rp 16.500 per dolar AS selama pekan depan. Kalau Lukman memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.350 per dolar AS–Rp 16.600 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati